Jumat, 28 Mei 2021

Sepekan Berkegiatan Bersama Mama Papa (Parenting)


“Tunggu, Dik!” kata mama sambil menutup pintu gerbang. Sementara itu, Mia dan papanya sudah mendahului dengan jalan santai.

“Beneran ini, dari GOR mau jalan sampai pasar, Ma?” tanya papa meragukan kemampuan mama.

“Iya, dong. Kan sekalian belanja ya, Dik?”

“Iya, Ma. Mama mau masak besar, ya?” tanya anak kelas 3 SD ini penasaran.

“Masak biasa, tetapi hari ini khusus ada asisten masak baru.”

“Siapa, Ma?” tanya papa.

“Chef Mia….” Mia kaget, tetapi ada rasa bangga. Bahkan, Mia diminta menentukan menu masakan dan bahan-bahannya. Mia memilih menu gulai ayam.

 

Senin pagi, Mia sudah berada di antara rak-rak buku. Papa mengajak Mia untuk memilih buku.

“Pa, kan sekarang ada buku online. Buat apa pinjam buku?”

“Nanti kita diskusikan. Yuk, lihat-lihat dulu!”

Mia melewati setiap rak buku dan melihat-lihat judulnya. Sampailah dia di depan buku-buku sejarah perjuangan Indonesia. Mia melihat buku-buku yang sering diceritakan gurunya. Satu persatu buku dilihat sekilas, dibaca beberapa halaman, ganti buku lainnya, dan seterusnya. Dibawanya beberapa buku ke meja baca.  Sampai tidak sadar, Mia sudah dua jam berada di dalam perpustakaan.

 

Rabu siang, Mia diajak mamanya ke Penjahit Ayu. Meskipun tampak males, Mia mengikuti saja ajakan mamanya.

“Sudah banyak toko baju, langganan Tante masih banyak?” tanya Mia kepada Tante Ayu.

“Alhamdulillah, masih Sayang. Terutama mau masuk tahun pelajaran baru dan mau lebaran.”

“Dik, ayo latihan memasang kancing baju. Suatu saat, kalau kamu sudah kerja, barangkali tugas di luar kota. Bisa jadi jauh dari penjahit atau toko baju. Misalnya bajumu lepas kancingnya, kamu bisa memasang sendiri.”

Mia diam dan segera memegang benang dan jarum. Sedangkan mamanya sedang memesan jahitan baju.

“Aduh, kena jarum!” teriak Mia.

“Tidak mengapa, inilah belajar,” kata mama tenang.

 

Kamis sore, papa mengajak Mia membeli pakan ikan. Namun, di dekat perempatan, papa memarkir mobilnya.

“Mia, kamu amati lalu lintas di sekitar jalan ini sampai perempatan itu.”

“Siap, Pa.”

“Pa, kok motor itu melaju terus?”

“Harusnya bagaimana?” tanya papa.

“Kan lampu merah, harusnya berhenti.”

“Ya, bagus.”

“Wah, itu ada anak kecil dibonceng di depan, tetapi tidak dipakaikan helm. Ayahnya juga tidak pakai helm, Pa,” kata Mia heran.

“Sudah dua. Satu lagi apa, Nak?”

Mia tampak berpikir dan langsung menemukan pertanyaan yang ketiga yaitu tentang orang menyeberang yang tidak di penyeberangan jalan. Mereka asyik diskusi di dalam mobil kemudian melanjutkan perjalanan.

 

Jumat, Mia dan mama papanya menuju ke suatu tempat yang dirahasiakan. Mama dan papa memberikan tiga kata kunci dan Mia diminta menebak.

“Pertama, tempat yang kita tuju di dalamnya banyak anak kecil,” kata mama.

“Kedua, kita membawa bingkisan untuk mereka supaya mereka senang,” tambah papa.

“Aku tahu, kita mau ke TK? Tetapi mengapa sore, ya?” tebak Mia.

“Berarti belum betul itu,” ledek papa.

“Satu lagi ya. Yang ketiga, anak-anak ini sudah tidak punya orang tua.”

“Oh, panti asuhan!” teriak Mia dengan yakin. Mia langsung berubah ekspresi. Ia langsung membayangkan suasana panti asuhan seperti dalam film atau buku yang pernah ia lihat. Ia menoleh ke kardus dan tas-tas yang akan dibawa ke sana. Ia peluk mamanya sambil menyembunyikan wajahnya yang mulai sendu.  

 

Sabtu siang, Mia bersama mama papanya sudah melaju meninggalkan rumah.

“Mia, mama sering menasihati apa kalau kita bertamu atau berkunjung ke rumah saudara? Coba diingat tiga saja,” pinta papa.

“Nasihat mama bisa satu buku, Pa. Hehe…,” kata Mia sambil melirik ke arah Mama. “Satu, senyum dan ramah apalagi saat berbicara. Dua, simpan dulu gadgetnya. Tiga, duduk dengan sopan. Empat….”

“Sudah tiga cukup,” kata papa. “Nanti yang menilai mama saja. Praktik bertamu dimulai…,” kata papa menutup obrolan karena sudah masuk di halaman teman papa.  


Ayah Bunda, jangan salahkan anak-anak kalau mereka terlalu lama asyik dengan gawainya. Bisa jadi karena orang tua juga asyik sendiri bersama gawainya. Atau karena anak-anak tidak mendapatkan alternatif kegiatan. Akan kesulitan bila anak diminta berkegiatan dengan sendirinya. Untuk itu, orang tua perlu memberikan arahan atau ajakan untuk berkegiatan bersama.

Cerita di atas sebagai gambaran cara memberikan kesibukan kepada anak dengan berkegiatan bersama orang tua. Dalam sepekan bisa bersama Bunda bergantian bersama Ayah atau bersama Ayah Bunda sekalian. Semoga bermanfaat.

 

Purwokerto, 28 Mei 2021

Selasa, 25 Mei 2021

Tidak Bisa Tidur karena Vaksin

Jumat pagi itu, 21 Mei 2021 aku berangkat awal menuju Rumah Sakit Margono, Purwokerto. Jadwal vaksinasi sekolah tempat aku bekerja bersamaan dengan sembilan belas sekolah lainnya.
Harapan datang gasik agar busa pulang gasik.

Alhamdulillah pintu aula 1 tempat penyelenggaraan vaksinasi msh terbuka dengan lengang. Semua peserta yang datang bisa cek suhu dan langsung duduk sambil mengisi angket.

Antrean yang dijamin tidak bakal bikin ngantuk adalah bergeser tempat duduk satu per satu. Ya, hampir dipastikan setiap satu menit geser sampai pada kursi ujung. 

Satu per satu peserta mulai dicek data yang telah dituliskan, kemudian tekanan darah,  dan seterusnya sampai selesai semua tahapan.

Sampai di rumah, rasanya lelah dan aku tidur lebih lama dari biasanya. Malam harinya tidak bisa tidur. Hampir tengah malam, aku belum ngantuk. Chat WA semakin intensif drngan panitia kecil sekadar jadi  MC. Bahkan, sampai melewati pukul 00.00 masih membahas aplikasi zoom yang ditawarkan alumni. Sampai pagi, tidurku pun sangat gelisah.

Besok pagi, Sabtu 22 Mei 2021 adalah hari kegiatan silaturahmi dan temu kangen virtual penulis buku antologi SMP Al Irsyad. Suatu kegiatan yang aku spontan aku tawarkan ternyata  disambut baik.

Meskipun kegiatan virtual, menurutku ini kegiatan besar karena kegiatan yang menyatukan perwakilan dari 18 angkatan (2002 - 2018). Alhamdulillah berjalan lancar, 27 alumnus hadir dari 53 dan 9 guru. Tiga di antaranya adalah kepala sekolah dan dua mantan kepala sekolah.

Ahad pagi, grup ustazah ramai membahas dampak vaksinasi yang bervariasi. Ada yang pusing, mual, dan batuk pilek. Aku ikut komen bahwa aku tidak bisa tidur semalaman.  Namun, setelah aku pikir-pikir,  aslinya lantaran tidur siang kelamaan, malamnya minum kopi, dan kepikiran pelaksanaan acara temu kangen. Hehe.....

Purwokerto, 25 Mei 2021

Senin, 24 Mei 2021

Saat Anak Meminta Mainan



Mama Ria tidak bisa menyembunyikan rasa sukanya. Dika, anak jagoannya yang masih 3 tahun ini tampak senang sekali. Bersama teman-teman seumurannya, Dika berlarian di pinggir pantai dalam pengawasan ayah Dika. 

Dalam wisata bersama keluarga yang diadakan kantor Mama Ria tahun ini, banyak karyawan yang ikut. Tiga bus besar mengantarkan mereka ke Pantai Ayah Kebumen, Jawa Tengah. 

Setelah mandi dan berganti pakaian, Dika sudah ditawari Mama Ria untuk makan bekal dari rumah. Hal ini untuk mengantisipasi Dika tidak selera dengan nasi box yang ada. 

“Ma, ada penjual mainan. Beli, Ma!” teriak Dika saat menoleh kios-kios penjual mainan anak.

“Iya, nanti habis makan, ya,” bujuk Mama Ria. Mama Ria berusaha menahan Dika, yang masih TK ini, agar mau makan dulu. Namun, sepanjang makan, Dika tampak gelisah. 

Pada suapan keempat, Dika berlari dan mendekat kios mainan.

“Ma, beli mobil-mobilan ini!” teriak Dika.

“Nanti Dika, selesaikan makannya dulu!” Mama Ria tidak mau kalah. Ia bertahan agar Dika makan dulu.

“Nggak mau, Dika mau mainan ini!”

“Di rumah sudah banyak mobil-mobilan, Dika!”

“Beli…beli…!” Tangisan dan rengekan Dika semakin menjadi-jadi membuat semua orang menoleh. Papa Dika mendekat dan menarik Dika. Namun, justru Dika makin meronta. Kali ini Dika makin menjadi. Papa mencoba menenangkan dan mengajak Dika ke tempat yang sepi.

Di satu sisi, Fais tampak senyum-senyum saja di samping Bunda Uun, karyawan lain. 

“Fais nggak pingin mobil mainan, Nak?” pancing ayah. 

“Nggak, Fais sudah punya di rumah. Fais seneng mainan bongkar pasang aja.”

“Kalau Fais pinter dan nurut Ayah Bunda, besok ada hadiah lagi,” kata Bunda Uun.

“Benar, Bunda?”

“Iya, apalagi kalau Fais nggak seneng menangis, tahun depan ikut lagi wisata bersama.”
Fais makin girang dan lanjut bermain dengan kakaknya. 

Ayah Bunda, rupanya ada pengalaman menarik dari Bunda Uun yang bisa kita pelajari. Bunda Uun tidak pernah membelikan mainan anak langsung bersama Fais di depan penjual. Bila Bunda Uun dan suami ingin membelikan, mereka membeli tanpa mengajak anak. Mereka membeli dan membawa pulang sebagai oleh-oleh atau hadiah atas prestasi anak-anaknya.

Apakah Bunda Uun tidak pernah mengajak anak-anak ke pusat perbelanjaan? Tentu saja pernah, tetapi tidak untuk membelikan. Justru di sana mereka mengajak diskusi dan memberikan motivasi bagaimana anak-anak mendapatkan mainan itu. 

Dampak yang sangat terasa adalah anak-anak mereka tidak pernah meminta apalagi sampai meronta-ronta minta mainan di depan penjual.   Apabila anak meminta dan memaksa minta dibelikan, terkadang orang tua akan kewalahan. Orang tua akan lebih malu bila anak tidak bisa menghentikan tangisnya. Adapun mainan tersebut atau yang serupa bisa jadi sudah ada di rumah. Bisa juga harga yang terlalu mahal atau kualitas kurang bagus, dan lain-lain.

Anak yang menangis kemudian direspon orang tua dengan dituruti keinginannya, ia akan mengulanginya di lain waktu. Anak sering memanfaatkan situasi seperti ini sebagai senjata bahwa pada akhirnya akan dibelikan. 

 Bagaimanapun sayang Ayah Bunda kepada anak, orang tua perlu mengajak ananda belajar mengelola emosinya.

Purwokerto, 24 Mei 2021

Minggu, 23 Mei 2021

Temu Kangen Penulis Antologi AKMS


Silaturahmi dan temu kangen. Ya, judul ini lebih tepat karena yang penting terobati rasa kangen dan silaturahmi mumpung masih bulan Syawal. 

Sabtu, 22 Mei 2021 pukul 09.00 sampai 11.17 telah terlaksana zoom meeting para penulis buku antologi alumni SMP Al Irsyad (Apa Kata Mereka Saja) bersama beberapa guru. Atas izin Allah, acara dadakan mendapatkan dukungan dari para alumni dan guru. Dari 53 penulis buku, angkatan 2002 sampai 2018 (17 angkatan) hadir 27 alumnus. Sedangkan para guru hadir 9 orang, termasuk kepala sekolah dan dua mantan kepala sekolah.

Acara ini spontan ide saya yang dulu mengajak mereka menulis buku. Di luar dugaan, antusias alumni dan guru senior luar biasa. Beberapa alumnus ingin hadir, tetapi terkendal. Sebagian hadir walau hanya sempat 10 sampai 15enit. Meskipun alumni yang berada di Sulawesi, Kalimantan, bahkan ada yang di Qatar ikut bergabung di zoom meeting yang dipandu oleh Juveno (lulusan 2012) dan Rifka (2011).

Obrolan ringan melepas kangen pun mengalir bergantian dari alumni dan guru.  Dimulai dari Iswati (2002), Yudha (2003), dan Helmi (2018). setelah itu disambung bergantian alumni dan guru. 

Salah satu alumnus yang telah menyelesaikan S-2 bercerita, “Saya senang bisa berpartisipasi dalam buku antologi tersebut. Sejak saat itu saya jadi suka menulis walaupun cuma saya kirimkan ke blog dan tidak tahu ada yang membaca atau tidak.”

Wah, jadi tersanjung saya.  Saya pun senang bisa mengajak orang lain menulis. Seperti yang saya pesankan dalam pengantar acara ini. Setelah menerbitkan satu buku antologi pada tahun 2018 dan setelah pertemuan ini selesai, semoga ada yang terus berminat menulis lagi.
Dalam pesan penutup, Kepala Sekolah (Usta Sudrajat) yang Alhamdulillah menyimak acara sampai tuntas, berpesan agar komunikasi terus terjaga dan semakin meluas tidak hanya dari para penulis. Yang lebih penting adalah agar proyek-proyek kebaikan seperti yang sudah pernah dijalankan alumni bisa lebih dikembangkan.

Purwokerto, 23 Mei 2021 

Minggu, 16 Mei 2021

Kembali ke Alam dengan Memanjat Pohon

Zidan, ayo ikut ayah!” ajak Ayah Zidan sambil berlari ke kebun belakang rumah. Rumah besar dengan halaman depan dan belakang yang luas juga. Tepatnya kebun belakang rumah. Tempat yang dulu biasa dipakai Ayah Zidan menghabiskan hari-hari bersama teman-temannya. Liburan tahun ini, ayah mengajak Zidan ke rumah kakek Zidan. 

“Ke mana, Ayah?” tanya Zidan.

“Ayo, ikut aja!” Sambil berlari kecil, Ayah Zidan menggandeng tangan Zidan.
Tepat di depan pohon jambu biji, Ayah Zidan melepas gandengan tangannya. Ayah Zidan memanjat pohon jambu dengan lincahnya. Pada pijakan cabang keempat, dia berhenti lalu memetik sebuah jambu yang setengah matang. Ia bersandar pada cabang yang tegak, mengelap buah itu dan menggigitnya.

“Hem, enak. Seger dan manis,” sambil menunjukkan jambu yang sudah digigitnya.

Tanpa diperintah, Zidan spontan berusaha memanjat pohon. Meskipun agak kerepotan, Zidan sampai pada cabang di atas ayahnya  bersandar. Ia pun ikut memetik jambu.

“Keras, Ayah. Jambunya belum matang,” keluh Zidan.

“Inilah serunya makan buah di pohon. Zidan, gigimu jangan dimanja dengan makanan yang selalu matang dan enak. Dengan menggigit jambu yang agak keras, gigimu jadi kuat. Makan jambu belum manis, tidak mengapa.”

“Kalau nemu yang manis, jadi puas, ya Yah?”

“Nah, itu kamu paham,” puji ayah.
Setelah asyik ngobrol sambil makan jambu, perlahan ayah turun diikuti Zidan.
“Ayah, semut….”

“Jangan panik, turun pelan, hati-hati!”

“Ha…. Ada ulat, Ayah! Belum hilang Zidan ketakutan karena semut, ia dikagetkan dengan seekor ulat yang hanya sebesar kelingkingnya.

“Ulatnya ga bakal ngejar kamu, Zidan.”

“Kaget, Yah….”

Badan Zidan yang agak gembul itu pun sampai di tanah. Ia segera mendekap ayah. Badannya masih dingin dan keringatan.

“Zidan takut? Kapok manjat pohon lagi gak?”

“Besok manjat pohon yang lain, ya Yah. Sama Ayah.” Kedua anak dan ayah itu tos tangan.  

“Besok kita membuat rumah pohon, bagaimana?”

“Asyik….” jawab Zidan sambil mendekap erat badan ayah.

Ayah Bunda, anak-anak dulu senang sekali memanjat pohon, berbeda sekali dengan anak-anak sekarang. Apa bedanya memanjat pohon dengan memanjat sarana olahraga atau fasilitas-fasilitas dalam outbond? Jelas berbeda.

Saat memanjat pohon, anak-anak akan menikmati segarnya buah sambil merasakan embusan angin di ketinggian pohon. Di atas pohon mereka akan memandang ke sekeliling secara alami. Memanjat pohon sekaligus sebagai sarana hiburan yang praktis dan  ekonomis

Selain itu, rintangan yang mereka hadapi di atas pohon tidak dijumpai di fasilitas modern. Apa saja? Mereka akan menjumpai ulat, semut, atau hewan lainnya di atas pohon. Saat itulah mereka akan mengelola emosi dan keseimbangan badannya. Mustahil mereka akan langsung menghindar dan segera menginjak tanah. Bahkan gatalnya badan setelah memanjat pohon pun bagian dari belajar dengan alam.

Ayah Bunda, mengenalkan anak dengan kegiatan memanjat pohon serta kembali ke alam bisa menjadi alternatif membatasi atau mengurangi anak bermain dengan gawainya.

Purwokerto, 16 Mei 2021


*gambar: google

Sabtu, 15 Mei 2021

Anak Menangis saat Salat Ied


Intan, seorang ibu muda dengan putri kecilnya yang masih 7 bulan, Jihan. Pagi itu, mereka sudah bersiap-siap untuk pergi salat Idul Fitri di masjid perumahan. 

“Ayo, Ma berangkat!” ajak suaminya, Pak Rendi.

“Sebentar, Pa. Saya siapkan botol susu untuk Jihan dulu,” jawab Intan.
Beberapa tetangga sudah mulai berjalan menuju masjid. Semua tampak gembira menyambut datangnya hari Lebaran.

Jamaah putra sudah mulai memadati masjid. Pak Rendi pun memasuki masjid dan membuka sajadahnya di saf penutup. Beberapa baris di luar masjid masih disiapkan untuk jamaah putra. Adapun jamaah putri semua di luar masjid.

Intan menempatkan diri di sayap kiri, saf belakang. Kedatangannya pas lima menit sebelum salat didirikan. Berkali-kali Intan mengamati anaknya. Ini kali pertama Jihan diajak salat berjamaah. Dalam hati Intan dibayang-bayangi rasa khawatir kalau Jihan nanti menangis di tengah pelaksanaan salat Ied. 

“Jihan, anak salehah cantiknya mama. Duduk tenang, ya. Salatnya tidak lama, kok.”

Jihan menoleh tersenyum. Tangannya menggayuh mukena mamanya, pindah memegang mainan, susu, dan benda-benda lain di sekitarnya. Intan tampak lega, sepertinya akan aman-aman saja.

Takbiratul ihram pun terdengar dari imam salat. Takbir ketujuh berlalu, rukuk pertama lewat. Tiba-tiba….

Hu u…. hu u….
Entah mengapa, tangis Jihan pecah dan semakin kencang. Rakaat kedua, dua kali takbir ditunggu, tangis Jihan tidak juga mereda. Intan memutuskan untuk meraih Jihan. Salat Ied ia batalkan. Ia pun duduk dan beristighfar. Intan ingat betul nasihat gurunya bahwa terlarang bagi seorang mukmin mengganggu ketenangan tetangganya sendiri. Sebuah larangan yang dijumpai dalam hadis Abu Hurairah, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia menganggu tetangganya.”

Meskipun sekali setahun, salat Ied hukumnya sunah, sedangkan mengganggu ketenangan tetangga apalagi saat beribadah adalah sebuah larangan. Intan memutuskan membatalkan salat Iednya. Berkali-kali ia beristighfar dan berusaha mendiamkan Jihan. 

Ayah Bunda, tangisan bayi hampir bisa dipastikan selalu terdengar saat kita mengikuti salat ied di lapangan agau di masjid, khususnya di deretan jamaah putri. Mengajak anak salat berjamaah adalah bagian dari pendidikan. Orang tua perlu mengenalkan cara-cara beribadah, salah satunya salat berjamaah. Namun, perlu diperhatikan juga budaya saling menghargai. 

Dalam mengenalkan salat berjamaah, alangkah bagusnya diimbangi dengan pemahaman agar anak-anak bisa tenang di masjid. Ha ini tentu saja bila anak sudah lebih besar, usia TK sampai SD. 

Bagaimana dengan anak balita? Perkenalan dan pemanasan mengajak anak pada salat harian atau salat tarawih bisa dicoba terlebih dahulu. Ajak balita untuk mengenali lingkungan yang baru. Selain itu, bekal-bekal yang membuatnya nyaman juga perlu dilengkapi seperti susu dan mainan. Yang penting juga adalah memakaikan pampers agar najis tidak mengotori masjid.

Semoga pahala orang tua salat berjamaah bisa didapatkan dan anak juga mengenal salat berjamaah.

Purwokerto, 15 Mei 2021

Senin, 10 Mei 2021

Semoga Bertemu Ramadan Tahun Depan


“Ya Allah, janganlah Engkau jadikan bulan Ramadan ini bulan Ramadan terakhir dalam hidupku. Jika Engkau menjadikannya sebagai Ramadan terakhir bagiku maka jadikanlah aku sebagai orang yang Engkau sayangi dan jangan jadikan aku orang yang Engkau murkai.”
Demikianlah salah satu doa yang diajarkan para guru agar dibacakan di akhir bulan Ramadan. 

Bila kita renungkan, doa ini sungguh luar biasa mengingat bulan Ramadan adalah bulan penuh keberkahan, bulan yang dilipatgandakan segala pahala dari ibadah kita. Namun, iming-iming seperti ini rupanya tidak menarik bagi sebagian orang. Bulan Ramadan dilalui dengan biasa-biasa saja. Kalaupun beribadah, puasa dan salat pun biasa-biasa saja, apalagi membaca Al Quran bagi yang belum terbiasa sangat berat. Setiap hari yang ditanyakan tinggal berapa hari puasanya dan yang ditunggu adalah kapan datangnya lebaran. Ia seakan-akan ingin bulan Ramadan cepat pergi.

Sebaliknya, bagi yang sudah menjalankan semua ibadah wajib dan sunah, ia selalu merasa kurang. Orang-orang semacam ini selalu merasa kurang kualitas dan kuantitas ibadahnya. Dengan demikian mereka akan sangat sedih ketika akan ditinggalkan bulan Ramadan, bulan yang mulia ini, bulannya Al Qur'an.

Doa dan harapan agar berjumpa lagi bulan Ramadan tahun berikutnya sangat jelas terasa. Terlebih, selama pandemi, sepanjang tahun 2020 sampai masuk 2021 ini. Sudah sekian banyak kita kehilangan sanak saudara karena covid. Berapa saudara dan teman kita yang Ramadan tahun lalu masih bersama kita. Kini, mereka tidak bisa merasakan lagi nikmatnya buka dan saur bersama keluarga, salat tarawih, tadarus, dan menyerahkan zakat fitrah.

Sungguh kehilangan mereka adalah bukti nyata kuasa Allah. Hanya Allah yang  berkuasa mempertemukan kita dengan Ramadan pada setiap tahunnya. Maka, benar sekali kita berdoa memohon dipertemukan Ramadan tahun depan. Tentu saja, setelah tahun ini kita berusaha beribadah dengan baik dan selalu berharap bisa memperbaiki ibadah Ramadan setiap tahunnya. Amin ya Rabbal alamin.

Purwokerto, 11 Mei 2021

Minggu, 09 Mei 2021

Writing from The Heart Bersama Ahmad Fuadi


Sabtu 8 Mei 2021, aku mengikuti webinar yang diadakan oleh Kagama (Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada) bertajuk Kagama Menulis VIII: Writing from The Heart. Acara yang dimulai pukul 10.00 ini menghadirkan penulis novel Negeri 5 Menara, Ahmad Fuadi.



Di antara sekian peserta aku yakin sudah banyak yang memiliki jam terbang tinggi dalam menulis,  baik menulis fiksi maupun nonfiksi. Sebagian mungkin juga ada yang baru berminat, termasuk aku. Bahkan acara ini pun kegiatan Kagama yang kali pertama aku ikuti. 

Sungguh aku merasa pulang kampung ke kampus bisa berkegiatan dengan sesama warga UGM. Semua fokus mengikuti materi tanpa peduli jurusan apa atau angkatan berapa. Di awal acara diputarkan Himne Gadjah Mada membuat aku merinding. Acara mengalir lancar, cuma sesekali terkendala sinyal sehingga suara sempat terputus, tetapi segera bisa muncul lagi.

Ahmad Fuadi memulai materi dengan menceritakan pengalamannya melahirkan novel _Negeri 5 Menara_ sampai dampak dari menulis. Semua peserta yang sudah pernah membaca novelnya atau menonton filmnya pasti sangat terpuaskan karena bisa bernostalgia apalagi mendengarkan langsung dari penulisnya. 

Pesan yang luar biasa dari pembicara adalah pentingnya memiliki fondasi yang kuat sebelum seorang penulis menghasilkan karya. fondasi tersebut adalah fondasi hati dan data. Menulis dengan hati akan sampai ke hati. Dengan riset dan data yang lengkap menjadikan tulisan makin kuat.

Pembicara menentukan bagian dari perjalanan hidupnya yang paling menyenangkan, itulah yang akan ditulisnya. Hal yang paling membuat dia senang ketika mengingatnya adalah kehidupan awalnya di pondok modern Gontor. 

Seorang anak desa yang diminta ibunya untuk menuntut ilmu di rantau. Sebagai anak Minang pantang untuk melawan ibu apalagi ada legenda Malin Kundang. Berangkatlah ia dengan setengah hati. Ilmu yang dahsyat pertama ia dapatkan dari seorang guru yang masuk pertama kali dengan gaya yang berbeda untuk menyampaikan pesan _Man Jadda wa Jadda,_ dan seterusnya. 

Ia memulai riset dan mencari data dengan mengumpulkan memori semua kejadian 15 tahun silam. Diawali dengan kembali ke kampung halaman dan  mendatangi orang-orang. Yang membuat kagum semua peserta adalah buku-buku selama dia mondok termasuk buku harian bahkan surat-surat yang ia kirimkan ke ibu masih disimpan di rumah.

Antusias para peserta yang 200 lebih ini sangat tampak jelas sejak pembicara mulai berbicara, kolom chat langsung dipenuhi dengan pertanyaan yang tidak putus-putus. Sampai acara dihentikan, banyak pertanyaan yang belum terjawab.

“Saya mengakui tidak berbakat dan tidak pandai menulis, tetapi saya mau belajar dan berlatih menulis,” demikian pesan penutup Ahmad Fuadi.

Purwokerto, 9 Mei 2021

Jumat, 07 Mei 2021

Ujian Sertifikasi Kelas 9



 Ujian Sekolah bagi kelas 9 SMP Al Irsyad Purwokerto ternyata bukan kegiatan akhir. Sebanyak 274 siswa masih harus menghadapi satu tantangan lagi, yaitu ujian sertifikasi bahasa Inggris dan bahasa Arab yang dilaksanakan Senin - Sabtu, 3 - 8 Mei 2021.

Ujian sertifikasi ini untuk memberi kesempatan bagi siswa untuk mempraktikkan keterampilan bahasa secara lisan. Untuk tahun 2021 ini, ujain sertifikasi dilakukan secara langsung tatap muka, seperti tahun-tahun sebelumnya. Kegiatan ini pun sudah menjadi budaya dan program unggulan. Adapun ujian sertifikasi tahun lalu dilaksanakan daring dengan cara siswa mengirimkan video rekaman presentasi yang dilengkapi dengan power poin karena masih awal pandemi.


Materi presentasi bahasa Inggris dikolaborasikan dengan materi outdoor. Adapun outdoor tahun ini dilaksanakan secara virtual yaitu hanya menyimak video pengolahan home industri gula kelapa di Desa Sawangan, Kecamatan Kebasen, Kabupaten Banyumas. Di dalam video tersebut, guru-guru yang melakukan kunjungan dan wawancara kepada penderes dan pemilik industri.

Untuk materi praktik bahasa Arab ditentukan praktik percakapan   sehari-hari. Siswa menyiapkan 6 percakapan untuk dipraktikkan bersama guru langsung.


Dengan memenuhi protokol kesehatan, secara gantian, sehari satu kelas putra dan satu kelas putri kegitan tatap muka untuk penilaian langsung. Waktu satu pekan yang diberikan sekolah serasa tidak cukup. Tampak di ruang tunggu semua siswa latihan presentasi sambil sesekali melirik power poin dalam laptopnya. Mereka menghitung waktu yang diperlukan karena minimal empat menit dan tidak membaca full baru dinyatakan lolos.


“Saya lebih deg-degan maju bahasa Inggris,” kata Kaisha. “Kalau saya deg-degan mau maju bahasa Arab,” kata Aulya. Begitulah tanggapan setiap siswa berbeda, tergantung minat dan kesiapannya.  Adapun orang tua di rumah juga ikut merasakan kecemasan anak-anaknya setelah melihat sepekan ini anaknya di rumah menyiapkan penampilannya.


“Menguasai materi saja ternyata tidak cukup dalam penilaian presentasi. Satu hal penting yang harus dikuasai adalah kemampuan menarik perhatian pendengar.” Demikian tanggapan Ustazah Ella, salah satu guru bahasa Inggris yang menilai ujian sertifikasi ini.

 

Sertifikat yang akan mereka terima bisa jadi tidak terlalu bermanfaat. Namun, pengalaman yang mereka dapatkan sangat luar biasa.

 

Purwokerto, 8 Mei 2021