Rabu, 30 Juni 2021

Tidak Sabar Sekolah Tatap Muka

Salah satu keberkahan dari pandemi adalah terbukaluasnya kesempatan para guru menambah ilmu. Selain itu, kesempatan untuk mengembangkan diri juga lebih leluasa. Didukung kemajuan dunia IT, berbagai kegiatan bisa dilaksanakan secara virtual. Di antara ilmu yang ditawarkan, saya mendapatkan ilmu tentang menjadi guru motivator. Adalah Pak Aris Ahmad Jaya, Mr. Sugesti Indonesia, beberapa kali webinarnya diikuti 500 orang lebih guru-guru se-Indonesia. Pak Aris mengajak para guru Indonesia untuk menjadi guru layaknya seorang motivator. Dengan menjadi guru gaya motivator, diharapkan siswa akan mendapatkan gairah belajar yang luar biasa. Bukankah peran guru sangat besar menjadikan siswa suka atau tidak suka terhadap kegiatan belajar? Bahkan guru bisa menjadi penyebab siswa suka atau tidak suka terhadap sebuah mata pelajaran. Untuk itu, melalui webinarnya didukung materi yang sudah dibukukan, Pak Aris berharap para guru menemukan seni mendidik yang menarik dan menyenangkan dari menit pertama sampai detik terakhir. “Guru harus diterima terlebih dahulu sebelum mata ajar yang dibawa sehingga wajib bagi guru menghadirkan suasana belajar yang menarik dan menyenangkan. Jauh dari suasana membosankan, siswa turut aktif menikmati pembelajaran dan guru mengajar dengan antusias, energik, dan mengesankan.” Ini kalimat pendahuluan dalam buku MGM (Menjadi Guru Motivator). Maaf, kok saya jadi teringat guru fisika SMP saya. Apakah karena beliau sehingga saya tidak menyukai fisika? Padahal saya sangat menyukai biologi dan salah satunya karena guru-guru biologi SMP kelas 1 sampai 3 sangat nenyenangkan. Akibatnya lagi, otomatis di SMA saya memilih jurusan IPS. Nah, ini ada hubungannya dengan podcast Gita Wirjawan (24 Maret 2021) bertajuk: Rocky Gerung Bahas Jalan Berbatu Menuju Sehat Nalar di 2045. Salah satu yang mereka bahas adalah mimpi Indonesia akan menghargai profesi guru. Seperti halnya negara-negara maju yang menempatkan guru terutama TK SD bergaji tinggi dengan SDM yang berkualitas. Anak-anak pada usia TK SD lah seharusnya mendapatkan pembentukan karakter dan pondasi kuat dari sisi apapun. Selama ini sudah baik, tentu akan ada hasil yang lebih baik. Bagi pemerintah tidak mustahil membuat sistem untuk lebih memperhatikan bidang pendidikan. Selama ini, profesi guru menjadi alternatif akhir di antara pilihan yang lain. Di negara maju, ada persyaratan tinggi untuk menjadi guru karena merekalah yang akan mencetak SDM yang lebih berkualitas. Jadi tidak sabar, saya menunggu sekolah tatap muka supaya bisa praktik MGM. Purwokerto, 30 Juni 2021

Jumat, 18 Juni 2021

Anting Ajaib


Anda pernah ke Jogjakarta? Pasti pernah juga ke Malioboro, dong. Ya, orang seperti belum sah bila ke Jogja, tapi belum singgah ke Malioboro.

Bila Anda jalan-jalan di Malioboro kemudian kehilangan anting, apa yang akan Anda lakukan?  Orang kehilangan, apalagi benda kecil, biasanya tidak tersadar. Entah di mana benda tersebut jatuh.  

Nah, pengalaman yang saya alami ini sungguh sulit dipercaya. Saat anak saya masih berumur lima tahunan, saya bertiga dengan suami ke Malioboro. Masih layak boncengan berempat, saya mengajak ponakan yang masih berumur 4 tahun. 
Saat kami memarkir sepeda motor, ponakan menyampaikan kehilangan salah satu antingnya. Tengok kanan dan kiri di sekitar motor tidak ada anting jatuh. Melihat situasi yang ramai dan panas, tidak layak kami serius mencari-cari antingnya. Kami pun menghiburnya semoga nanti ketemu dan melanjutkan jalan-jalan.

Kami pun melihat-lihat barang yang dijajakan di sepanjang jalan Malioboro dari ujung selatan sampai utara. Belanja seperlunya kemudian bermaksud pulang.
Lima meter kami mendekati parkiran motor, aneh dan benar-benar ajaib. Mata saya melihat anting itu di sela-sela batu trotoar. Alhamdulillah. Ini bukti kalimat yang sering saya dengar bahwa rezeki tidak akan tertukar. Kalau memang masih menjadi rezeki ponakan saya, anting itu tidak jadi hilang. Masyaallah.

Purwokerto, 18 Juni 2021

Gambar: google

Jumat, 11 Juni 2021

Duka Kamboja


“Kamboja, mengapa kamu tampak sedih?” tanya Melati kepada bunga kamboja yang tumbuh di atasnya. 

“Iya, Kamboja tidak ceria seperti kemarin?” timpal Mawar Merah.

“Menurut kalian, apakah aku tidak cantik?”

“Oh, kamu cantik dan anggun. Taman ini semakin serasi karena kehadiranmu,” jawab Melati menghibur.

“Benar, aku, Melati, dan Kamboja, bukankah kita saling melengkapi di taman kecil dan bersahaja ini? Ada yang rendah, sedang, dan tinggi.”

“Menurut orang-orang perumahan tidak demikian. Aku selalu dihubungkan dengan kuburan. Bukankah kegiatan tabur bunga juga membawa bunga mawar dan melati? Mengapa hanya kamboja yang dianggap seram?”

Sejenak Melati dan Mawar terdiam. Dalam hatinya mereka mengiyakan label bunga kamboja itu. Namun, mereka selama ini tidak terpikirkan isi hati sahabatnya, Kamboja, bakal sesensitif ini.

 Aaplagi beberapa hari ini Ibu Yan, istri pemilik rumah, selalu mengagumi keelokan Kamboja Kuning yang sedang cantik-cantiknya. Bu Yan bahkan seperti melupakan Mawar dan Melati.

“Kamboja, mengapa kamu berbicara seperti itu? Itu artinya kita bertiga sahabatan. Di taman ini kita bersama, di kuburan pun saudara-saudara kita bersama,” hibur Melati.

“Tidak sesederhana itu, Melati. Coba kamu renungkan. Betapa manusia itu tidak adil dan pilih kasih. Mengapa mesti bunga kamboja yang dicap bunga kuburan? Padahal di atas pusara yang memenuhi tanah biasanya bunga melati dan bunga mawar. Tak ada mereka menaburkan kamboja. Justru aku, maaf, berjasa merindangi kuburan.”

“Em… mungkin maksud manusia ingin mengenang jasamu itu,” jelas Mawar.

“Iya, tapi cara mereka menyebutku dengan sinis dan menyakitkan. Apa itu namanya mengenang jasa?”

“Sabar, Kamboja…,” bisik Melati lembut.

“Melati Putih dan Mawar Merah sabahatku, malam ini kita terakhir kali bertemu.”

“Apa maksud kamu, Kamboja?” tanya Mawar kaget. 

“Besok aku akan meninggalkan kalian selamanya.”

“Kamboja?”  Melati tidak kalah kaget dan penasaran.

“Pak Yan harus memotong dan membuangku.”

“Bukankah mereka menyayangi kita? Mereka merawat, menyirami, dan menjaga kita,” kata Mawar heran.

“Ya, tapi tetangga-tetangga merasa ngeri melihatku.”
Hening, senyap, dan diam. Tidak ada perkataan lagi di antara mereka. Angin malam seakan mengantarkan dahan, ranting, dan daun-daun mereka berpelukan untuk terakhir kali.

Purwokerto, 11 Juni 2021

Gambar: google

Selasa, 08 Juni 2021

Dilema Makan Malam

Mengapa dikatakan makan malam? Tentu karena kegiatan makan tersebut dilakukan pada malam hari. Batasan malam itu jam berapa, biasanya selepas magrib, orang akan mengatakan bahwa waktu tersebut sudah masuk malam.

Bagi sebagian orang, makan malam sangat dihindari karena berbahaya. Salah satu bahaya nya adalah mudah meningkatkan berat badan. Nah, ini yang paling dihindari oleh kaum hawa. Adapun makan malam yang terlalu larut, lebih berbahaya lagi apalagi menjelang tidur. Berdasarkan sebuah sumber, di antara bahaya tersebut adalah mengganggu siklus tidur, memperburuk pencernaan, obesitas, meningkatkan tekanan darah, dan mengganggu kesehatan mental karena kualitas tidur terganggu.

Nah, dilema yang saya hadapi adalah, kebiasaan jam makan malam saya mengikuti kebiasaan keluarga suami. Awal dulu saya kaget sekali, terutama waktu Ramadan. Makan malam setelah pulang dari masjid salat tarawih. Lama-kelamaan menjadi terbiasa. Hari-hari biasa pun sering makan malam setelah salat isya.

Beberapa pertimbangan makan malam semalam itu adalah karena waktunya sudah santai. Kalau sebelum isya, waktu mepet setelah ibadah magrib belum tenang dengan kegiatan atau urusan lain. Kalau saya tidak ikut serta makan, kesempatan menemani suami makan hanya pada saat makan malam. Mengapa? Makan pagi selain suami tidak terbiasa, suasana pagi serbaingin cepat.

 Apalagi, di tempat saya mengajar, kedatangan pukul 06.45 dihitung terlambat. Makan siang, karena fullday school, saya dan anak saya waktu sekolah dulu otomatis makan di sekolah. Jadi, alasan membersamai suami menurut saya bisa dimaklumi. Walaupun tidak sukses menjaga berat badan, sehari sekali makan bersama keluarga terlaksana.

Apalagi, informasi yang saya baca menyebutklan bahwa makan malam hendaknya dua atau tiga jam sebelum tidur. Jadi kalau saya tidur minimal jam sebelasan, masih aman dong, makan malam jam delapan. Anggap saja saya kurang peduli tidur larut juga berbahaya. Hehe….

Di daerah saya, Jawa, kadang orang mengucapkan “padune”. Seperti kalimat berikut, “Padune ora disiplin diet, kakehan alasan.” (Dasar tidak bisa disiplin diet, kebanyakan alasan). Hehe….  

Purwokerto, 8 Juni 2021


Gambar: google

Air Hujan untuk Kesehatan


Masih ingatkah, kapan terakhir kali kita hujan-hujanan? Tentu sebagian besar akan mengatakan hujan-hujanan sewaktu kecil. Kalau sekarang pernah atau sering kena air hujan, biasanya karena tidak sengaja bermain air hujan. Misalnya karena naik motor lupa tidak membawa mantel dan mau berteduh sudah tanggung. Akhirnya Anda mengikhlaskan diri terguyur air hujan.

Semua orang sering mendengar bahwa dalam Islam, hujan merupakan keberkahan. Bukankah semua makhluk hidup memerlukan air? Itulah mengapa hujan turun ke bumi dikatakan sebagai rahmat seperti yang disebutkan dalam Al Qur’an Surat Qaaf: 9, “ Dan dari langit Kami turunkan air yang memberi berkah lalu Kami tumbuhkan dengan (air) itu pepohonan yang rindang dan biji-bijian yang dapat dipanen.” Nah, jadi tidak sepantasnya kita menghujat datangnya hujan atau minimal _ngedumel,_ sebaknya tidak.

Oya, dari sebuah sumber, air hujan banyak mengandung manfaat untuk kesehatan, lho. Karena dalam air hujan terdapat kandungan ph basa, ph akali, ph netral, dan lain-lain. Tapi ingat, bukan air hujan yang baru saja turun. Tunggu setelah 20 menit, air hujan bagus dan bermanfaat. 

Banyak manfaat air hujan  yang sering terabaikan, khususnya untuk kesehatan. Supaya gampang, dikelompokkan dalam tiga cara pemanfaatannya. Pertama dengan cara meminum air hujan> Air hujan dapat mencegah penyakit kanker dan menjaga kesehatan percernaan. Air hujan juga dapat menetralisasi asam lambung. 

Kedua dengan cara mandi, baik hujan-hujanan atau menampung air hujan dalam wadah. Air hujan bisa mengatasi jerawat karena kotoran-kotoran pada muka dapat terangkat. Bisul juga bisa diatasi dengan air hujan. Kulit kita juga bisa lembab dan elastis. Rambut akan terjaga kesehatannya karena kotoran dan bakteri terangkat. Selain itu, air hujan juga dapat meningkatkan petumbuhan dan menguatkan rambut. Bahkan, aroma khas air hujan dapat membuat pikiran tenang dan segar kembali. Yang terlalu lelah dan jenuh bekerja dapat mengembalikan mut dengan berhujan-hujanan.

Yang jelas, bedanya anak-anak dengan orang dewasa, kalau anak-anak selalu menyambut gembira dengan datangnya hujan. Seperti tampak dalam foto jepretan saya beberapa hari lalu. 

Purwokerto, 7 Juni 2021 

Gambar: koleksi pribadi

Kamis, 03 Juni 2021

Tilik Bayi Virtual

P

ercepatan di bidang IT semenjak pandemi covid 19 tidak bisa dimungkiri. Salah satunya fasilitas pertemuan virtual. Kini hampir setiap instansi mengadakan rapat, seminar, dan pertemuan lainnya secara daring.

Banyak keuntungan dari pemanfaatan media daring ini. Selain praktis dan ekonomis, pertemuan pengganti tatap muka ini justru benar-benar tatap  muka. Selama pertemuan virtual semua peserta bisa melepas masker, kecuali yang sedang berada di tempat umum. Justru kalau bertemu fisik, antarpeserta tidak bisa melihat wajah  karena terhalang masker.

Kini, selain instansi pun, banyak kelompok atau perkumpulan yang memanfaatkan zoom untuk bersilaturahmi.  Seperti yang pernah keluarga saya lakukan yaitu tahlilan dan kirim doa virtual. Belum lama ini, Astya, salah satu murid saya yang lulus tahun 2008 yang tinggal  Solo, mengadakan tilik bayi virtual. Tilik bayi artinya menengok bayi. Hal ini dilakukan tentu karena kondisi yang tidak memungkinkan di samping domisili antarteman yang berjauhan.

Tampak dalam potingan di instagramnya, beberapa teman dengan anaknya masing-masing. Saling tilik bayi dan silaturahmi. Rupanya mereka teman seangkatan dan hampir berdekatan menikah serta melahirkan anaknya.

Purwokerto, 6 Juni 2021

_*Mengajar di SMP Al Irsyad Purwokerto_