Kamis, 29 September 2022

PANTUN AJARI ANAK BERKOMPETISI

Kamis menulis LGERUNAL hari ini, 29 September 2022 bertemakan kompetisi. Selamat membaca.
Ke Jatijajar membawa terasi Jangan lupa lalapan dan tomat Ajarkan anak-anak berkompetisi Akan ditemukan banyak manfaat Mengayuh sampan sampai ke tengah Membayangkan mantan sampan pun terbalik Tangguh dan tidak mudah menyerah Memicu untuk melakukan yang terbaik Ke Cilacap dandan mengajak bini Di depan toko mereka berjoget Cakap mengendalikan diri dan berani Ambil risiko dan membuat target Kurma enak untuk hantaran Tapi membawanya hanya dengan koran Terima kenyataan di luar harapan Memahami dan mengikuti aturan Ikan berenang di tepi sawah Ikan putih cepat hilangnya Siap menang atau kalah Ia akan lebih bahagia Burung pelatuk di pohon berduri Terbang berjajar di atas losmen Membentuk rasa percaya diri Anak juga belajar berkomitmen Sumber: http://momdadi.com/momdadi/12-keuntungan-berkompetisi/#:~:text=Dengan%20berkompetisi%2C%20dia%20didorong%20untuk,ia%20tergabung%20dalam%20satu%20tim. Purwokerto, 29 September 2022

Senin, 26 September 2022

Selesaikan Masalah sampai ke Akarnya

Jalan berlubang, salah siapa? Terutama di musim penghujan, jalan berlubang bisa kita jumpai di mana-mana. Jelas kita tidak bisa menyalahkan sang hujan, dong! Seperti yang saya alami setiap hari, berangkat dan pulang kerja selalu melewati jalanan seperti itu. Pinginnya bisa jalan cepat, berhubung harus menghindari lubangan-lubangan yang dalam dan penuh air, motor pun bergerak pelan. Mencari jalan alternatif menjadi salah satu solusi yang saya ambil. Jalan lubang di perumahan saya bukan hanya kali ini, bahkan setiap datang hujan, pemandangan ini selalu saja hadir. Namun, yang paling parah adalah kali ini. Hampir memenuhi jalan, kanan kiri depan belakang, jalan berlubang itu mencapai panjang beberapa meter. Demikian juga jalan lubang di jalan raya, menganga dan siap menagkap mangsa. Kondisi seperti ini rawan kecelakaan. Beberapa hari kemudian ditambal dengan aspal. Akan tetapi, sama juga, beberapa bulan akan berlubang lagi. Pertanyaan yang sering saya ajukan dalam hati adalah, mengapa perbaikan jalan hanya menambal yang lubang. Belum ada sebulan, tambalan raib terbawa air. Tambal lagi, hilang lagi. Tambal lagi, lubang lagi. Bila air mendapatkan jalan yang semestinya, selokan di kanan kiri jalan, ga akan ada lagi jalan bolong di sana sini. Inilah sebenarnya air menuntut haknya. Mengatasi masalah tidak pada akarnya, hanya akan ada pengulangan dan pengulangan. Apakah pihak pemangku kebijakan tidak membuatkan peraturan? Warga harus bagaimana dalam bersikap terhadap lingkungan? Tidak jarang warga menutup selokan untuk menambah beberapa sentimeter wilayahnya. Entah sekadar menambah halaman, area parkir, atau membuat pagar, dan lain-lain. Akibatnya, kanan-kiri jalan tanpa selokan. Selokan yang tertutup, lama-lama hilang.
Ah, kenapa tiba-tiba saya teringat dengan kehidupan manusia? Di antara kita yang mempunyai masalah kadang sampai pada mendatangkan kesedihan tidak kunjung usai. Akibatnya, hati dan pikiran kita terbelenggu memikirkan hal yang sama. Apakah itu masalah dalam rumah tangga, dalam pekerjaan, keuangan, atau hal yang lain. Apakah kita sudah berusaha untuk menemukan solusinya? Misalnya dengan konsultasi dan meminta bantuan orang lain atau ahli, juga berdoa memohon bantuan-Nya. Kasus jalan berlubang di atas bisa menjadi analogi. Bila yang kita selesaikan masalah hanya pada permukaan, tinggal tunggu saja masalah akan datang lagi. Namun, bila yang dibereskan dulu adalah akarnyaa, insyaallah tuntas dan tidak muncul lagi mengganggu hari-hari kita.

Senin, 19 September 2022

Buku Solo untuk Ikut Kopdar

Menjadi bagian grup WA para penulis sudah sekian lama aku ikuti. Tidak hanya satu, bahkan beberapa. Tantangan menulis setiap hari atau sesuai jadwal pun aku ikuti. Awalnya aku mencoba untuk menyesuaikan dengan irama grup yang saling memotivasi dengan postingan tulisan yang tiada hentinya. Jujur aku iri dan heran dengan Ibu Bapak peserta grup yang nota benenya sesama berprofesi guru. Mereka bisa setiap saat menulis serbacepat dan aneka tema. Aku selalu berpikir bahwa tangan mereka dua, sama denganku. Sehari mereka mempunyai 24 jam, sama pula denganku. Setiap orang punya kesibukan, jelas itu tidak terbantahkan. Seperti buku Pak Khoiri SOS, Sopo Ora Sibuk. Namun, entah mengapa aku belum bisa memaksa diri untuk terus menulis. Berbagai alasan dan kesibukanku pun tidak perlu aku tuliskan di sini. Ya, hanya satu yang beda, aku masih merawat rasa malas. Anehnya, di beberapa grup aku tidak malu bertahan tidak keluar. Walau berat aku ikut-ikutan menyapa atau sekadar menanggapi obrolan, tidak terlalu aktif. Aku yakin bila aku diam total akan semakin menjauhkan diri dari komunitas tersebut. Adalah RVL (Rumah Virus Literas), grup WA yang digawangi Pak Khoiri, penulis puluhan buku dan dosen Unesa Surabaya, berencana mengadakan kopdar. Acara yang dibarengkan dengan bulan Bahasa 2022 ini rencananya akan digelar di Yogyakarta. Kerennya adalah peserta diimbau membawa buku solo terbarunya. Bagiku, ini kesempatan untuk menunjukkan bahwa aku masih menjadi bagian dari mereka. Aku masih bisa melanjutkan menulis buku solo setelah 4 buku sebelumnya aku terbirkan tahun 2018 dan 2019. Dua buku diterbitkan MediaGuru dan dua buku di SIP Publishing. Tabungan tulisanku di blog ternyata patut aku jadikan satu. Beberapa judul sudah mendekati untuk dijadikan naskah buku. Terpilihlah beberapa naskah cerita inspiratif parenting, tinggal menambahkan beberapa judul untuk menggenapkan ke batas minimal naskah buku. Cerita dalam buku merah muda ini sebagian besar dari pengalaman pribadi waktu kecil dan awal pengalaman menjadi ibu ditambah beberapa cerita dari rekan guru. Tips membersamai anak adalah poin inti dari buku ini. Alhamdulillah, Pak Khoiri berkenan memberikan endorsement, demikian juga Kepala Sekolah dan beberapa guru. Demikian juga salah satu mantan wali murid yang kedua anaknya berada di kelasku. Target utama buku ini adalah untuk mengikuti kopdar. Jadi, seberapa jauh apresiasi orang lain terhadap bukuku, ini menjadi nomor sekian. Biarlah bukuku menemui takdirnya. Demikian kalimat yang selalu melekat di kepala dari Pak Eko Prasetyo, pimred MediaGuru.