Judul yang tertera dalam kover ditambah
blurb di kover belakang, sungguh penulis menjatuhkan pilihan yang tepat. Sebuah
judul yang menyajikan makna tersirat mengajak pembaca untuk menemukan sendiri
jawabannya setelah membaca buku antologi cerpen ini. Keretakan semacam apa yang dimaksud.
Penulis yang seorang istri ditambah
luasnya pergaulan dan wawasannya, tentulah memiliki banyak pengalaman, ide, dan
informasi seputar kerumahtanggaan. Tung Widut, nama pena dari Widwi Astuti,
adalah guru SMK N 2 Tulungagung. Dengan buah karya (saat buku diterbitkan) 5
buku solo dan 28 buku antologi ini menunjukkan sudah banyak bergerak di bidang literasi,
apalagi pernah menjadi finalis Inovasi Pembelajaran dari Kesharlindung Dikmen,
tahun 2018.
Kehidupan suami istri dalam bingkai rumah
tangga adalah hal yang tidak akan pernah habis untuk dijadikan bahan
pembicaraan. Namun, untuk menjadi bahan tulisan, tentulah membutuhkan
keterampilan yang luar biasa bagi penulis. Karena itulah penulis berhasil menorehkan
pilihan diksi dan rangkaian kalimat dalam alur cerita yang indah dan menarik.
Sebuah keterampilan dan kemahiran tersendiri agar para pembaca nyaman membaca
dan bisa menikmati alur cerita demi cerita.
Tema umum dari buku ini adalah keretakan
dalam rumah tangga. Sebuah hal yang seharusnya manusia hindari, tetapi menjadi
santapan ternikmat bagi setan. Bahkan, berdasarkan sebuah hadis, bisa dipastikan bahwa perceraian di
antara suami-istri (rumah tangga) sangat disukai oleh iblis dan merupakan
prestasi terbesar dan terhebat mereka. Apalagi, pada sebagian cerita merupakan
kisah nyata yang memang ada di sekitar kita. Tentulah penulis ingin mengajak
pembaca mengetahui jawaban dan solusi yang sebagian orang ambil seperti dalam
buku ini.
Buku ini menyajikan lima judul cerpen,
yaitu Serpihan Cermin Retak, Rasa Lebih dari Kata, Kabut dalam Badai,
Tentang Perselingkuhan Itu, dan Rembulan Tertutup Awan, ditambah
prolog dan epilog. Buku setebal 177 halaman hanya berisi lima judul cerpen. Ini
artinya setiap judul terdiri dari banyak halaman. Bahkan, cerpen yang menjadi
judul buku ini menghabiskan 53 halaman, sudah seperti 1 buku. Adapun cerpen yang
paling pendek berjudul Rasa Lebih dari Kata, 11 halaman.
Panjang dan lama untuk bisa menyelesaikan
tiap judul. Setiap judul sengat membuat penasaran pembaca. Pembaca tergiring
untuk berhenti setelah menuntaskan membaca. Saya membuktikan sendiri, sekali
duduk menyelesaikan judul pertama itu sampai larut malam.
Begitu juga judul-judul lainnya. Pembaca
sangat merasa kehilangan dan mencari halaman selanjutnya, “Kok sudah selesai?
Pingin nambah lagi.” Demikian juga selesai membaca buku ini, pembaca belum
rela, bahkan kaget ketika sudah di halaman terakhir.
Dalam judul Serpihan Cermin Retak,
diceritakan Yuandra, seorang mahasiswi, yang menjual keperawanannya kepada Pak Carlos, dosennya sendiri. Hal ini dilakukan demi pengobatan sang
ibu. Namun, penulis berhasil menyampaikan pada bagian yang sensitif itu dengan
cara halus dan santun.
Judul Kabut dalam Badai mengisahkan
perselingkuhan, tetapi menghadirkan sosok istri yang tetap menerima kehadiran
suaminya. Tanpa dendam dan amarah. Lain
lagi dengan Tentang Perselingkuhan Itu. Judul ini menghadirkan alur
mundur yang di luar dugaan. Gotak gatuk, mathuk. Dihubung-hubungkan dan
terhubung. Kurang lebih begitu. Tumbuhnya rasa cinta dua orang yang ternyata
sama-sama korban dari pengkhianatan seorang lelaki yang sama. Adapun dalam judul Rembulan Tertutup Awan,
ini sangat tepat ditempatkan sebagai judul penutup karena sebagai klimaksnya. Cerita
dibumbui dengan hadirnya sosok ayah yang tidak terima anak perempuannya
disakiti oleh menantunya.
Abah memasuki ruangan sang manager tanpa
mengetuk pintu.
“Adyaksa. Apakah kamu laki-laki
bertanggung jawab? Apa kamu sudah betul memimpin keluargamu. Kalau belum,
bersimpuhlah di kakiku Kuajari kamu jadi bajingan!”
Suara lantang Abah membuat seisi kantor
melongo. (halaman 151)
Bagian ini sungguh mengusik emosi pembaca.
Penulis sukses membuat pembaca larut dalam kesedihan dan mata berkaca-kaca.
Yang jelas, sedih karena alur ceritanya dan sedih karena sudah habis, tidak ada
lagi yang akan dibaca. Hebatnya, hampir semua judul happy ending.
Alur cerita yang menarik, bahasa yang
ringan, dan jalan cerita yang tidak bisa ditebak menjadi kelebihan buku ini.
Pilihan gambar dalam kover juga sangat mewakili yaitu semacam kaca pecah dan
mata berlinang air mata. Meskipun dalam suasana duka, mungkin akan lebih bagus gradasi
warna kover lebih terang.
Bagi para wanita yang sudah berkeluarga
maupun yang belum, bahkan bagi kaum adam, saya sarankan membaca buku ini. Buku
ini tidak hanya sekadar menghibur, tetapi memberikan banyak pelajaran
kehidupan. Jangan sampai kita menjadi korban peselingkuhan, apalagi pelaku
perselingkuhan itu sendiri. Sakit…, sakit….
Terima kasih kepada penulis atas cerita
dan pelejaran kehidupan yang sangat berharga. Semoga menjadi amal jariah atas
pelajaran yang dibagikan.*
Judul |
Serpihan
Cermin Retak |
Penulis |
Tung
Widut |
Penerbit |
Yayasan
Pusaka Thamrin Dahlan |
Cetakan |
Kedua,
Agustus 2021 |
ISBN |
978-623-6196-22-9 |
Tebal
buku |
177
halaman |
Biodata
Peresensi
Sumintarsih
Mengajar
di SMP Al Irsyad Purwokerto sejak tahun
2000. Senang belajar menulis dan mengajak orang lain menulis. Alhamdulillah sudah mempunyai 5 buku solo dan beberapa buku antologi.
IG: sumintarsih_24
Email: sumintarsihpurwokerto@gmail.com