Selasa, 14 Juli 2020

Ada Apa dengan Hari Pertama Masuk Sekolah?

Apakah Ibu Bapak guru merasakan kegugupan baru pada awal semester ini? Mungkin ada yang sama dengan yang saya rasakan kemarin pagi, Senin, 13 Juli 2020.

Hampir semua guru ingin menyapa semua muridnya di awal tahun pelajaran baru ini. Semua siswa pun sudah menahan rindu ingin bertemu dengan teman-temannya, guru-gurunya, apalagi bagi siswa baru. Rasa penasaran terhadap sekolah barunya tidak bisa dibayangkan lagi. Namun, berhubung masih berlaku pembelajaran jarak jauh (PJJ), kesibukan yang berbeda menjadi pemandangan awal semester tahun ini. Sambutan awal semester dilakukan dengan perkenalan pihak sekolah. Media zoom atau google meet pun diburu.

Oleh karena itu, kesibukan siswa untuk menyejajarkan dengan temannya membuat jantung berdebar kencang. Pasalnya, ada sebagian siswa di kelas saya (9E) yang kesulitan membuka akun baru dari sekolah agar bisa menyusul teman-temannya yang sudah bergabung di pertemuan google meet. Setelah itu bersambung ke classroom.  Masih mending siswa yang bingung, tetapi di sampingnya ada orang tua. Bagaimana dengan yang tidak?

Itulah  mengapa saya melihat pemandangan banyak anak kecil TK SD mengikuti ibunya yang berkantor di SMP, tempat saya bekerja. Ternyata supaya memudahkan mereka ber-PJJ di hari pertama yang rata-rata juga menggunakan google meet. Akhirnya, dengan terpaksa mereka dibawa keluar rumah karena keadaan. Semoga aman-aman saja. Ini lebih baik daripada ayah ibu bekerja di luar rumah, anak di rumah mengikuti PJJ mandiri dengan risiko membuka gadget sendiri harus berhadapan dengan kebingungan atau ancaman pornorafi. Bukan hanya bingung, bagi anak TK dan SD bawah jelas harus didampingi orang tua.

Di luar masa pandemi tanpa PJJ, para orang tua bisa nyaman bekerja dan meninggalkan anak di sekolah. Jadi ingat kata salah satu teman, bahwa sadar atau tidak sadar masyarakat mempercayakan sekolah sebagai tempat menuntut ilmu sekaligus tempat penitipan anak yang paling aman dan nyaman.*

Purwokerto, 14 Juli 2020
Sumintarsih (guru SMP Al Irsyad Purwokerto)

Selasa, 07 Juli 2020

Webinar Al Irsyad Se-Indonesia



Tidak pernah terbayang sebelumnya, mengadakan acara daring daring guru-guru Al Irsyad se-Indonesia. Al Irsyad dari cabang Purwokerto, Tegal, Solo, Banyuwangi, Jember, Surabaya, Pasuruan, Cirebon, Bogor, Makassar, dll.  Namun, karena pandemi covid-19, semua bs terjadi. Dengan gadget masing-masing, laptop, atau nobar di ruangan, peserta antusias menyambut acara bersama ini.

Demam webinar dengan zoom pun menjalar di kalangan para guru Al Irsyad se-Indonesia. Al Irsyad Purwokerto menjadi rujukan sekolah Al Irsyad se-Indonesia pada kurikulum PAI dan Alquran. Tidak ayal bila pengurus Al Irsyad pusat pun banyak diwarnai SDM dari Purwokerto. Dengan demikian, acara zoom pun dihiasai wajah-wajah yang tidak asing bagi guru-guru Al Irsyad Purwokerto. Ada Ust Sadikun, Ust Totok,dan Ust. Ibnu Rochi.
Webinar dengan aneka menu materi dan kelompok peserta disiapkan.  Harapan ada kesetaraan pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pengajaran selama pandemi.

Materi webinar seputar pembelajaran di masa pandemi seperti penyusunan silabus, penilaian pembelajaran daring, creative teaching, dll.
Dalam salah satu webinar (Senin, 6 Juli 2020)  Wakil Ketua MPP Al Irsyad Al Islamiyyah, Prof. Dr. Ing. Misri A. Gozan memberikan dukungan dan menyambut baik acara seperti ini.

Beberapa peserta menceritakan keadaan, kendala, dan solusi pembelajaran jarak jauh (PJJ). Ada perasaan yang berbeda, seperti sedang mendengarkan cerita saudara sendiri atau membayangkan dan merasakan keadaan murid sendiri.

Bagaimanapun, pandemi semakin menyatukan kami.

Purwokerto, 7 Juli 2020

Sabtu, 04 Juli 2020

Antara Webinar dan Arisan PKK
(Ahadku yang Sibuk)

Pagi ini, 5 Juli 2020, Ahad kedua ibu-ibu di RT-ku membuka hari dengan gowes ceria. Meski hanya berlima, seru dan semangat untuk bergerak membakar lemak.

Melihat pengalaman Ahad lalu ada yang terjatuh, padahal sudah hampir sampai rumah, kali ini kami memilih rute yang tidak terlalu jauh dan tidak terlalu padat. Alhamdulillah yang kemarin itu hanya kecelakaan tunggal dan ringan. Gara-gara mau menyandarkan salah satu kaki di tembok pagar, tetapi terpeleset.

Belakangan ini memang animo masyarakat bergowes tidak bisa dimungkiri. Selain keinginan refreshing dari kepenatan di rumah selama WFH, juga ingin berolahraga.  Bagi ibu-ibu, jelas sekali kesempatan berolahraga sangat kecil bila tidak diniatkan dengan sungguh-sungguh.

Selesai bergowes, pikiranku sudah tertuju pada kegiatan Seminar Daring Pelajar Nasional #1 SMWK (Sekolah Menulis Wadas Kelir). Salah satu siswa sekolahku menjadi pematerinya. Satu-satunya anak putra di antara 5 anak putri lainnya. Keenam pemateri itu 3 dari Purwokerto (SMP) dan 3 yang lain dari Banjarnegara (SD), Semarang (SD), dan Jambi (MA).  Tidak sabar aku ingin melihat seperti apa aksi anak-anak hebat ini.

Dengan tema utama Proses Kreatif Menulis, mereka memaparkan materi seputar alasan suka menulis, orang-orang yang berpengaruh dalam akivitas menulis, buku-buku yang berpengaruh, cara mendapatkan ide menulis, kapan dan di mana menulis, serta karya-karya yang telah dihasilkan.
Melihat dan mendengarkan aksi mereka, sungguh luar biasa. Mereka presentasi online didukung dengan power point kekinian, video perkenalan, bahkan Azzam - SMP Al Irsyad Purwokerto, menggunakan pen electronic. Memang anak-anak lebih mudah menerima kecanggihan media elektronik.

Luar biasanya SMWK mempunyai ide membuka kelas menulis online untuk pelajar ini kemudian melempar tantangan  kepada para siswanya untuk mengikuti webinar dengan zoom. Pemateri dari mereka juga. Minimal dari, oleh, dan untuk mereka. Namun nyatanya, banyak peserta dari berbagai usia yang gabung dalam webinar perdana ini.  Aku yakin ini pengalaman hebat pertama bagi mereka yang bahkan sebagian besar orang dewasa belum mengalaminya. Menjadi pemateri webinar: presentasi dan menjawab pertanyaan, luar biasa.

Kegiatan ini pun merupakan ajang pemberian apresiasi bagi para pemateri yang ternyata sudah sedemikian berkarya dalam kepenulisan. Beberapa dari mereka sudah memiliki buku sendiri  bahkan sudah diterbitkan oleh penerbit mayor. Banyak pula yang sudah sering menjuarai aneka lomba menulis. Insyaallah kegiatan ini bakal menginspirasi remaja lainnya juga para guru dan orang tua. Khususnya menjadi penulis bermula dari hobi membaca. Menulis menjadi salah satu keterampilan yang layak diseriusi.

Oya, ketika webinar yang keren ini baru berjalan 60 menit dari 09.00, aku harus bersambung ke kegiatan lainnya, yaitu arisan PKK. Karena arisan PKK dimulai 10.00, aku lanjutkan menyimak webinar dengan bantuan bloetooth. Arisan dengan tetap memenuhi protokol kesehatan tentunya. Maafkan, kali ini aku mendua. Satu telinga untuk webinar, satu lagi untuk mendengarkan siapa yang mendapatkan kocokan arisan. Ternyata bukan aku. Tidak mengapa.*

Selasa, 16 Juni 2020

Buku ke-44 dan 45



Senin, 15 Juni 2020 menjadi hari yang melegakan bagi para penulis pemula SMP Al Irsyad Purwokerto. Dua buku ber-ISBN yg ditunggu sekian bulan, hadir juga, selesai cetak dari SIP Publishing.

Setitik Cahaya di Langit Senja karya Aqila Adisti Ghaisani dkk. berisi pengalaman nyata, cerita  fiksi, bahkan cerita fantasi. Buku ini berisi delapan cerpen karya  pustakawan remaja putra dan delapan cerpen dari pustakawan remaja putri SMP Al Irsyad Purwokerto.

Adapun satu buku lagi berjudul Ratu dan Mahkota Surga. Antologi cerpen seputar kehidupan remaja  ini karya Faisa Rumman Auryn dkk.  siswa putri kelas 7 dan 8.

Kedua buku ini adalah buku ke-44 dan 45 karya warga sekolah sejak awal 2019 lalu.

Menurut pengakuan Usth. Nita, pustakawan sekolah, dia mendengarkan ungkapan syukur dari beberapa orang tua yang merasa senang sekali dan bangga atas karya putra putrinya. "Semoga dukungan orang tua dan sekolah bisa mengantarkan para siswa menghasilkan karya-karya berikutnya. Khususnya untuk menambah koleksi perpustakaan," tambah Usth. Nita.

‌Meski tanpa seremonial peluncuran buku seperti sebelum-sebelumnya, para guru dan siswa merasa bersyukur geliat gerakan literasi terus berlanjut. Apalagi dari karya para siswa langsung, semoga semangat membaca buku semakin meningkat.

Bersamaan dengan terbitnya kedua buku ini, perpustakaan sekolah tengah mendata hibah buku dari siswa kelas 9. Satu anak  satu buku ini sebagai salah satu syarat pengambilan ijazah. Dengan demikian, setiap tahun ada penambahan buku minimal sebanyak siswa yang keluar. Tentu saja selain pembelian buku yang teragendakan.*

Purwokerto, 16 Juni 2020

Selasa, 26 Mei 2020

Malu kepada Anak


“Ayo segera berangkat, sudah siang Nak!” ajak saya kepada anak agar segera keluar rumah. Saya berangkat ke sekolah bersama putri saya dengan seperda motor setiap hari. Selain cukup kami berdua, suami saya bekerja di luar kota. Dengan demikian, urusan sehari-hari kami tangani sendiri.

Kegiatan berlalu lintas setiap hari, berhadapan dengan lampu lalu lintas tidak bisa kami hindari.
“Ibu, jangan cepat-cepat. Aku takut,” rengek anak saya dari atas motor. Sedangkan yang ada di pikiran saya bahwa dengan mepetnya waktu, kecepatan motor harus saya tambah. Kecuali, saya ikhlas menerima konsekuensi harus lapor ke kantor yayasan bila terlambat lebih dari 06.45. Peraturan ini berlaku untuk guru dan seluruh karyawan tempat saya mengajar.

Pernah suatu saat laju motor saya dalam keadaan cepat. Sementara itu dari kejauhan tampak lampu kuning menyala. Belum sempat saya kurangi kecepatan motor saya, tanpa diduga lampu berubah merah. Karena tanggung, motor tidak bisa saya hentikan mendadak.

“Ibu, lampu merah kok tidak berhenti. Tidak boleh. Bisa dimarahi polisi.” Panjang lebar anak saya mengingatkan saya. Dalam hati jelas saya malu.

“Iya, Nak. Tadi mepet dan tanggung. Ibu minta maaf, ya?” Saya sangat bersyukur untuk urusan ini, anak saya bisa memahami dan menerapkan materi yang disampaikan gurunya. Tinggal praktiknya menjadi wilayah para orang tua. Agar teori yang disampaikan di kelas, bisa sesuai dengan yang anak-anak lihat.

Beberapa hari kemudian, saat pulang sekolah. Masih seperti biasa saya bersepeda motor menuju rumah. Di persimpangan jalan dekat pusat pertokoan, ada dua lampu lalu lintas yang sangat berdekatan. Lampu merah sebelumnya kami tunggui full lumayan lama sampai berubah warna hijau. Baru saja motor saya gas meninggalkan lampu kuning, beberapa meter lampu merah lagi, niat saya motor saya percepat sebelum lampu merah betul.

Ciiit… ciiit….
Suara rem motor saya persis suara anak-anak tikus yang bertengkar. Ternyata di samping kanan saya sebuah mobil polisi dengan kaca depan terbuka. Dulu belum ada garis pemisah area henti roda dua di bawah lampu lalu lintas. Seorang polisi, sudah bapak-bapak, duduk manis di samping supir yang polisi juga. Sedangkan di sisi kanan mobil itu, ada seorang ibu pengendara motor. Betapa ramahnya si ibu yang ternyata orang tua siswa saya.  Walau terhalang mobil, dia menoleh ke kiri dan menyapa saya.

“Ustazah, tidak apa-apa? Hati-hati, Ustazah,” katanya membuat saya malu. Apalagi, kedua polisi itu pun ikut menoleh ke arah saya.

“Tidak perlu ngebut, Mbak!” kata Pak Polisi ramah. Saya hanya tersenyum dan berusaha menyembunyikan rasa malu yang teramat sangat. Ditambah cubitan kecil saya rasakan dari anak saya. Jelas dia ikut malu dan pastinya tidak suka saya tidak tertib.

“Ibu, sih. Malu, kan?” kata anak saya sesampai rumah. Dia yang kelas 4 SD sudah paham dengan kejadian di perempatan tadi.

“Aku sudah ingatkan, Ibu jangan cepat-cepat. Kebiasaan pagi takut terlambat, siang juga Ibu tidak bisa pelan.” Tanpa perlu beralasan lagi, saya jelas di posisi salah. Sejak saat itu, memboncengkan anak atau tidak, saya menghindari pelanggaran lalu lintas.

Ditambah sejak pindah rumah. Lokasi yang jauh dari sekolah, memaksa saya berangkat jauh lebih pagi. Selain takut terlambat, saya menghindari palang kereta api.  Apalagi, setiap di depan palang kereta api, bisa dipastikan saya menyaksikan pelanggaran dari para orang tua yang dengan santainya nekat menyeberangi rel kereta api. Sungguh pelajaran negatif langsung kepada anaknya. Bagaimana orang tua akan lantang menasihati anak-anak agar disiplin? Setiap kesiangan berangkat sekolah, orang tua seperti itu menyuguhkan contoh praktik pelanggaran kepada anaknya.     

Saya sudah tobat, malu kepada anak kalau tidak bisa disiplin berlalu lintas. Semoga yang lain juga demikian.*
(ini cerita pengalaman tahun 2007)


Purwokerto,

Senin, 25 Mei 2020

Lebaran Kali Ini Banyak yang Baru



Lebaran kali ini banyak yang baru. Bukan hanya baju, sepatu, atau sandal yang baru. Bahkan lebaran kali ini baju-baju tidak terlalu dikejar  Terus apa yang baru?
Baru kali ini labaran sepi
Baru kali ini lebaran tidak mudik sejak tahun 1999
Baru kali ini lebaran hanya berdua
Baru kali ini sdalat ied di depan rumah

Ya, sejak pandemi covid-19, banyak cerita terurai sudah. Dari cerita yang menyedihkan, mengharukan, menyenangkan, sampai cerita yang sangat luar biasa membanggakan. Banyak hikmah juga sudah diambil untuk pembelajaran, dari segi kesehatan, perekonomian, sosial kemasyarakatan, pendidikan, apalagi keagamaan. Khususnya pelaksanaan peribadatan selama Ramadan dan Syawal ini.
Lebaran secara umum sepi. Faktanya, warga RT 5 RW 5 di tempat saya tinggal, baru kali ini tampak ramai. Salah satu warga menyatakan, lebaran bisanya tinggal dia seorang. Semua tetangga sederet mudik.    
Lebaran tidak mudik memang sudah kami niatkan. Tahun ini pertama kali lebaran sudah tidak ada orang tua yang disungkemi. Baik orang tua sendiri, maupun mertua. Dulu berencana shalat Ied selang seling Purwokerto - Kulon Progo. Tahun ketiga kami mau shalat Ied di Purwokerto, saya ditinggal ibu mertua, satu-satunya mertua yang tersisa. Berarti tahun 1998 adalah shalat Ied pertama dan terakhir sejak menikah dan baru 2020 sholat  Ied lagi di Purwokerto.
Lebaran tahun ini berdua hanya dengan suami. Pandemi covid-19 mamaksa anak saya tidak mudik. Ini juga tahun pertama anak kami satu-satunya menikmati dunia kerja. Bersyukur, di indekos banyak teman yang sama-sama terhalang mudiknya. Dia tidak kesepian.
Shalat Ied di depan rumah? Ya, berhubung ada larangan penyelenggaraan shalat Ied secara resmi, warga satu gang bersinisiatif melaksanakan shalat Ied bersama. Gang depan rumah dipakailah. Jamaah shalat ini kebanyakan diisi oleh keluarga-keluarga kecil. Adapun keluarga yang beranggotakan 4 – 6 orang mengadakan shalai Ied di rumah masing-masing.    
Nah, yang terakhir ini asli baru. Lebaran kali ini kami memakai baju warna cokelat pemberian anak. Masyaallah. Ia baru bekerja beberapa bulan. Betapa yang namanya anak, ia ingin menunjukkan perhatian dan sayangnya.  Salah satunya dengan mengirimkan baju lebaran. Terima kasih, ya Nduk
Semoga kehidupan baru setelah pandemi covid-19 berlalu, segera kita jumpai. Semua kembali norma dan lebih baik lagi. Amin.*

Dua Buku Karya Siswa di Masa Pandemi Corona




Pertengahan Ramadan 1441 H, sekolah menerima persembahan karya siswa. Dua judul buku ber-ISBN menambah deretan karya warga sekolah. Peluncuran buku pertama kali pada Maret 2019 sebanyak 41 judul buku dan Februari 2020 sebanyak 2 judul.  
Dua judul buku kali ini dari Pustakawan Remaja dan satu lagi karya siswa kelas 7 dan 8. Buku-buku ini karya susulan dari ajang lomba menulis naskah buku yang diperuntukkan antarkelas. Adapun pelucurana dua judul terbaru ini batal karena adanya pandemi covid-19.
Berikut data selebihnya dua buku tersebut.

Judul: Setitik Cahaya di Langit Senja
Penulis: Aqila Adisti Ghaisani dan 15 Pustakawan Remaja SMP Al Irsyad Purwokerto
Penerbit: SIP Publishing
ISBN : 978-623-7831-51-8
Tahun : Mei 2020
Tebal buku: vi + 188
Membantu pustakawan sekolah dan selalu bersentuhan dengan buku, menjadi motivasi Pustakawan Remaja untuk menerbitkan buku. Enam belas cerita pendek hadir dari 8 pustakawan putra dan 8 pustakawan putri Perpustakaan Al Izdihar SMP Al Irsyad Purwokerto masa jabatan 2019-2020. Dalam buku ini mereka berkisah seputar kehidupan remaja pada umumnya, baik pengalaman pribadi, cerita fiksi, maupun cerita fantasi. Semua dikemas menjadi cerita yang seru, haru, gembira, dan yang jelas tidak luput dari pesan hikmah di dalamnya. 
Selain cerpen Setitik Cahaya di Langit Senja, pembaca bisa menemukan keseruan cerita dalam cerpen Mekar dalam Kesendirian, Jangan Merundung, Dua Malam Tak Terpisahkan, atau Peti Tak Terhingga, dan judul-judul lainnya.*

Judul:  Ratu dan Mahkota Surga
Penulis: Faisa Rumman Auryn dkk.
Penerbit: SIP Publishing
ISBN : 978-623-7831-49-5
Tahun : Mei 2020
Tebal buku: vi + 98
“Kakak, Ratu seharusnya mendapat mahkota? Mengapa Ratu tidak dapat ya?”
Aku hanya tertawa menanggapi ocehannya. “Ratu, mungkin saat ini Ratu tidak mendapat mahkota. Tetapi kalau Ratu berbakti pada mama papa, menjadi penghafal Quran, Ratu akan mendapatkan mahkota di surga!”
***
Akankah Ratu melakukan saran sang kakak untuk mendapatkan mahkota surga? Ataukah justru Ratu akan menyerah pada impiannya?
Jawabannya ada di dalam buku antologi cerpen Ratu dan Mahkota Surga. Buku ini merupakan buku kumpulan cerita pendek hasil karya siswa kelas 7 dan 8 SMP Al Irsyad Al Islamiyyah Purwokerto. Mereka telah membuktikan bahwa ungkapan perasaan dapat terwujud dalam cerita manis sarat makna yang sayang sekali untuk dilewatkan. Selamat membaca.*





Senin, 11 Mei 2020

Tanya Saja kepada Allah


Tanya Saja kepada Allah

Hadirnya anak dalam sebuah rumah tangga adalah anugerah yang luar biasa. Semua wanita tentu mendambakan hal demikian. Mendambakan anak pertama, kedua, dan seterusnya adalah wajar. Menambah lagi atau tidak adalah pilihan.
Megharapkan anak kedua menjadi sebuah penantian yang berbeda dibanding penantian terhadap anak pertama. Bersyukur mendapatkan anak pertama, aku sangat berharap untuk mendapatkan anak kedua.  
Rupanya keinginan yang sama dirasakan oleh anakku yang masih kelas 2 SD. Maksudku, anakku sama menginginkan adik bayi kecil di dalam rumah. Sekali, dua kali, tiga kali dia pernah bertanya. Tidak kunjung lahirnya seorang bayi dari rahim ibunya sudah merupakan jawaban. Itu membuatnya tidak lagi bertanya dan meminta adik.
Namun, ada satu ucapannya yang tidak pernah aku lupakan. Ketika kami ngobrol santai di gang depan rumah. Sore hari kami sering bercanda bersama tetangga. Yang masih punya anak-anak kecil, biasanya ibu-ibu sambil menyuapi anaknya.
“Mira, senengnya yang punya adik baru,” ledek Om Andi kepada Mira, anak tetangga depan.
“Iya Om, dedek Mira lucu. Mira pingin mencubit pipinya. Kalau menangis keras sekali, Om,” jawab Mira panjang sambil senyum-senyum gembira.
Sepintas dari kejauhan aku melirik ke anakku. Tampak ekspresinya tidak nyaman.
“Kamu bagimana, Isma. Punya adik, nggak?” tanya Om Andi kepada anakku.
“Belum, Om,” jawab Isma dengan senyum terpaksa.
“Sana minta adik sama ayah bunda. Sudah besar kok belum punya adik,” kata Om Andi lagi ringan.
Isma sempat mengangkat kepala dan melihat wajah Om Andi. Namun, dia tidak bisa mengeluarkan kata-kata.
“Haha…, Isma tidak mau punya adik,” sindir Rafi, teman sepermainan anakku yang dua tahun lebih tua. Sambil tertawa dan menunjuk-nunjuk pada Isma. “Isma maunya sendiri saja di rumah, Om. Haha….” Ledekan Rafi yang asal itu rupanya menyudutkan anakku.

Aku amati lagi wajah Isma. Dia semakin menunduk dan menenggelamkan kepalanya di antara tekukan pahanya. Sambil terus memainkan alat masak-masakah di tanah.
Aku menedekati Isma dan segera aku gandeng masuk rumah.
“Haha…. Isma nangis.” Rafi masih meledek Isma. “Kalau masih suka nangis, ga punya adik, lho!” ledeknya lagi.
Huhu….
Tangis Isma pecah. Dia peluk erat tubuhku karena tidak ingin tangisannya terdengar oleh teman-temannya, apalagi Rafi. Dia makin erat memeluk dan meremas tubuhku. Ini tandanya dia benar-benar tidak nyaman. Mungkin dia tidak menerima dengan perundungan atau bully-an seperti itu.
“Isma, kok menangis? Kamu kenapa, sini duduk di pangkuan Ibu,” rayuku dengan mengangkat tubuhnya. Aku usap rambutnya agar lebih tenang.
“Yuk, minum dulu! Isma mau bilang apa sama Ibu?”
“Om Andi jahat, Bu. Isma tidak suka. Sana Om Andi tanya pada Allah, mengapa Isma tidak diberi adik.” Emosi Isma memuncak lagi.
Huhu….

Kali ini aku biarkan dia menangis sambil terus aku belai pundaknya. Aku peluk tubuh kecilnya.     “Isma sedih, ya?”
“Sedih, Bu. Orang-orang jahat sama Isma.”
“Mereka  cuma bertanya kok? Minum dulu ya….” Hiburku sambil mendekatkan gelas ke mulutnya. “Sudah menangisnya?” Isma tidak menjawab. Dia kelelahan. Aku usap tangan dan kakinya dengan tisu basah.
Dengan mencubit-cubit bonekanya, sisa-sisa tangisnya masih terdengar. Dia pun tertidur .  
Menjalang magrib aku dekati Isma.
“Bangun, Nak. Ibu bawa bubur jagung kesukaanmu. Makan, yuk!” Isma membuka mata dengan berat.
Sambil menyuapi, aku mencoba bicara.
“Maaf, Ibu tanya, ya? Tadi sore Isma, kok bisa bicara Om Andi suruh tanya kepada  Allah. Kenapa?”
“Kapan, Bu?”
“Waktu Isma ditanya kenapa tidak punya adik?”
“Oh, itu. Ya iya, Bu. Minta adik itu pada Allah. Beda dengan beli kue atau sepatu.”
Aku tersentak mendengarnya. Rupanya anakku sudah paham tentang takdir Allah.
“Isma tahu dari mana?” aku pura-pura bertanya.
“Dari ustazah di kelas. Ustazah cerita, Bu. Ada orang yang tangannya satu, matanya buta, atau tidak punya kaki. Itu takdir Allah. Jadi kita tidak boleh menghina.“
“Kalau Isma tidak punya adik?” sindirku sambil meliriknya.
“Itu juga takdir, mungkin. Habisnya lama banget Ibu tidak ngasih Isma adik.”
Aku peluk anakku dengan keharuan. Dia tidak perlu iri kepada teman-temannya. Ada Allah yang Maha mengatur.
Sampai kini, dia sudah bekerja, tetap sebagai anak semata wayangku.

Purwokerto, 11 Mei 2020

Selasa, 05 Mei 2020

Duri dan Teflon

*DURI DAN TEFLON*
(Sumintarsih)

_Kring…._
Bunyi panggilan dari hp persis Ayu dan suami mau takbir shalat magrib berjamaah.

“Ga usah diangkat, ya? Jam shalat, kok telepon!” kata suami yg mendengar HP-nya berdering sambil menoleh ke Ayu.

“Iya lah Mas, lanjut shalat aja.”

Setelah selesai shalat belum sempat lanjut tadarus, Ayu dan suami ke luar rumah.
“Ada apa, Dik Sari?” tanya Ayu kepada tetangga depan rumahnya yang tampak sedang ngobrol dengan tetangga samping.

“Ini, Mbakyu. Tadi Pak Anton buru-buru ke rumah sakit mengantar Gian, anaknya.”

“Kenapa Gian, Dik?” tanya Ayu tidak sabar.

“Gian kesedak duri ikan. Tadi nelpon suami Mbakyu katanya tidak diangkat. Minta tolong diantar.”

“Iya, Mbakyu. Untung Pak Toni pas di rumah,” sela Bu Toni.

“Astaghfirullah, tadi bunyi panggilan dari Pak Anton?” tanya suami Ayu. “Lha wong, panggilan persis mau takbir. Ya, saya abaikan. Ya, maaf.”

“Nah, yang Bu Rini beda lagi,” tambah Bu Toni. Bu Rini terciprat minyak persis menjelang azan. Baru saja reda nangisnya.”

“Terciprat minyak sampai menangis,” tanya Ayu heran. "Banyak minyaknya, to?"

“Apinya masuk teflon terus berkobar-kobar. Bu Rini panik malah tumpah dan sebagian minyak mengguyur badan," tambah Bu Toni.

"Ya Allah, ada-ada sj. Wis, yo, Bu Toni, Dik Sari. Mau lanjut ke dalam," pamit Ayu.

“Tuh, Bu. Makanya kalau buka jangan langsung makan berat. Selain perut belum siap, kalau makan terlalu nafsu, bisa kesedak,” sindir suami Ayu sambil masuk rumah.

“Iya, ngerti.”

“Sudah menjelang magrib, saatnya duduk manis sambil berdoa atau mendengarkjan kajian. Sudah setop masaknya,” imbuh suami Ayu layaknya seorang kakek menasihati cucunya.

“Inggih Eyang,” jawab Ayu melirik sambil mengikuti suaminya masuk.*

Purwokerto, 5 Mei 2020

Senin, 27 April 2020

Keterampilan Berliterasi bagi Pengguna Medsos

“Loh, kok _ngguyu dewe._ Ada apa to, Mbakyu?” tanya Sari, tetangga depan yang melihat Mbak Ayu tertawa sendiri di teras rumah.

“Ini lho, Dik. Saya ditanya penjual tisu.”

“Ditaya apa, kok malah tertawa?” desak Sari tidak sabar.

“Masak saya beli tisu kok minta 1 kg dan dipilihkan yang besar-besar. Hehe.…” jawab Ayu masih belum jelas.

“Bagaimana itu ceritanya?”

“Dari grup WA media jual beli, pagi ini saya pesen tisu dan pesen jeruk.  Japri kepada penjual yang berbeda. Lah, yang satu tanya beli berapa. Saya pikir dari penjual jeruk. Langsung saja saya tulis pesen 1 kg, pilihkan yang besar-besar.  Eh, ternyata japri dari penjual tisu,” jelas Ayu sambil masih menahan tawa dan malu.

“Oalah…, salah alamat. Belum di-save to, namanya?”

“Ya belum. Makanya saya salah terima. Saya buru-buru dan kurang teliti,” jawab Ayu diikuti tawa keduanya. 

“Kemarin saya juga pernah, Mbakyu. Pesan parfum 1 botol ke teman. Yang mengantarkan suaminya. Saya menyiapkan uang untuk 1 botol. Suaminya membawa 2 botol. Sampai di rumah, mereka  bingung dan sempat ramai katanya. Ternyata setelah saya cek, tertulis di hp, saya pesan 2,” terang Sari menghibur Ayu.

“Angka 1 tetangganya angka 2 ya, Dik? Hehe…. _Nek kui ngajak gelut,_ Dik. Ngajak bertengkar. Lebih parah dari saya itu."

“Benar, Mbakyu. Saya minta maaf berkali-kali kepada mereka.”

Beberapa contoh kejadian serupa sering kita dengar atau alami sendiri. Misalnya di grup WA. Beberapa orang sering kurang sabar membaca atau mengikuti informasi. Karena malas membaca info yang sudah jauh di atas, mereka akan mencari jalan praktis dengan langsung bertanya. Kesalahpahaman pun bisa terjadi dengan alasan seseorang tidak membaca informasi yang sudah dishare dan tidak mau disalahkan.

Pengalaman lain yang hampir saja saya  alami ketika saudara dari teman ada yang meninggal. Saya menulis ucapan turut  ”berduka cita” yang muncul “bersuka cita” karena tombol huruf “s” berdampingan dengan huruf “d”. Bersyukur belum sempat terkirim. Sejak saat itu saya memilih kata “turut belasungkawa” atau selainnya. Namun sebaliknya, ucapan “Turut bersuka cita” pernah saya terima saat ibu saya meninggal. Jelas tidak mungkin itu sebuah kesengajaan, tetapi tetap saja kurang elok dibaca.

Di atas adalah sebagian contoh kejadian yang kadang kita jumpai di tengah masyarakat. Hal sepele bisa menjadi masalah besar karena kekurangsabaran dalam bermedia sosial. Kecanggihan teknologi tidak menjamin semua aman dan lancar bila kendali diri tidak optimal.

Keterampilan berliterasi khususnya membaca dan menulis yang belum maksimal bisa fatal dalam hidup bermasyarakat. Tampaknya bukan hanya penulis yang perlu keterampilan menyunting. Minimal menyunting atau mengedit pesan sebelum di-share akan lebih bijak bagi pengguna medsos.*

Purwokerto, 28 April 2020

Rabu, 22 April 2020

Bulan Musim Al Qur'an


Bulan Musim Al Qur'an

Nasyid Ramadan

Wahai Ramadan, bulan musim Al Qur'an
Kini kau telah tiba dengan membawa kabar gembira, kado kebaikan serta ampunan dari Sang Pencipta

Wahai Ramadan, bulan musim Al Qur'an
Ramadan adalah bulan penuh cahaya penerang iman pada setiap jiwa

Wahai Ramadan, bulan musim Al Qur'an
Wahai saudara tercinta
Mari kita semua berpuasa di bulan pembakar segala dosa

Wahai Ramadan, bulan musim Al Qur'an
Mari kita semua bekerja karena Allah Swt. Tuhan Yang Maha Esa semata

Wahai Ramadan, bulan musim Al Qur'an
Mari kita semua bersama menghidupkannya dengan mengingat Allah SWT. dan segala amal shaleh mulia
*terjemahan sebuah syair berbahasa ARAB (NN)

Syair di atas sangat bagus maknanya. Namun sayang tidak beredar di masyarakat.

Dari syair itu disebutkan bagaimana seharusnya umat Islam mengisi bulan Ramadan. Dengan jelas bahwa bulan Ramadan adalah musim Al Qur'an. Hendaklah di antara berbagai ibadah, membaca Al Qur'an menjadi ibadah yang diperbanyak porsinya. 

Untuk itulah, tidak jarang kita mendengar  beberapa orang yang bisa mengkhatamkan Al Qur'an 3, 4, 6 kali dan seterusnya. Tentu saja bagi orang awam, minimal 1 kali.

Banyak strategi yang bisa dicoba. Karena Al Qur'an terdiri 30 juz, minimal 1 hari khatam 1 juz atau 10 halaman.

Belum cukup dengan khatam membaca Al Qur'an maka menghafalkannya atau tahfiz juga menjadi cara menghidupkan Al Qur'an. Ditambah lagi memahami maknanya. Yang lebih aman adalah dengan mengikuti kajian tafsir Al Qur'an bersama ahlinya.

Semoga kita termasuk yang mendapatkan kelapangaan waktu terutama kelapangan hati untuk melakukannya. Amin Ya Allah.

Purwokerto, 23 April 2020

Senin, 20 April 2020

Di Kelas Diam, di WAG Diam


Di Kelas Diam, di WAG Diam

Sebulan lebih telah berlangsungnya WFH selama pandemi Covid-19. Semua kegiatan belajar mengajar berpindah dengan mengandalkan internet. Yang populer kami gunakan adalah WAG (whatsApp grup), GCR (Google Classroom) dengan berbagai link-nya, dan GF (Google Form). Alhamdulillah semua berjalan lancar.

Lewat WAG guru dan siswa bisa saling berkomunikasi. Dari pagi sampai pagi lagi paling efektif dengan WAG, mereka saling sapa dan diskusi ringan. GCR untuk menyampaikan tugas dan pengumpulan tugas, bahkan guru bisa langsung mengoreksi dan menilai di sana. Guru bisa menyisipkan gambar, video, atau  youtube. Google form untuk pengisian angket atau pantauan kegiatan harian termasuk ibadah di rumah. Guru laporan pagi dan sore dengan GF, bahkan finger print diganti dengan timestamp. Memang salah satu hikmah WFH memaksa siswa dan guru melek IT.
Nah, sedikit yang akan saya bahas di sini adalah sikap siswa di kelas maya. Di kelas nyata sering guru menjumpai tipe siswa yang ramai, antusias dalam belajar, atau pendiam. Ternyata tidak jauh berbeda di kelas maya. Bahkan persis.

Empat kali saya mengundang alumnus dalam WAG, yang aktif terlibat dalam obrolan adalah anak yang di kelas nyata aktif juga. Keaktivan mereka memancing obrolan berkembang dan hidup. Narasumber semakin tertantang dan semua peserta antusias terlibat. Aura semangatnya tidak kalah dengan acara mengundang langsung dalam sebuah ruangan. Di sini terjadi simbiosis mutualisme.
Sesi petama berlangsung 250 chat obrolan dengan dokter muda. Namun, siswa-siswa pendiam itu tidak tampak namanya. Bahkan, hanya menunjukkan jempol atau emoticon pun tidak.  Padahal, judul acara sudah dibuat “Ngobras, Ngobrol Santai”. Aslinya mereka menyimak obrolan dan mengikuti obrolan.

Ketika ada tugas proyek seperti membuat power point, video, artikel, atau yang lain, si pendiam pun tidak menyampaikan komentarnya. Alhamdulillah mereka sanggup menyelesaikan tugasnya. Rupanya mereka tipe  The Social Athlete (satu tipe dari 10 lainnya menurut Popbela.com). Sebenarnya mereka tipe serius, tetapi cenderung diam. Mereka sangat menyukai ketenangan dan kedamaian. Meski demikian, mereka adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap pekerjaannya dan sangat tertata.

Namun, untuk menjadi pemimpin bagaimana? Ah, saya jadi terpikir untuk menentukan calon ketua kelas tahun depan atau ketua-ketua kelompok belajar, setelah survei cara berkomunikasi mereka lewat WAG. Selain pengamatan dari keseharian, kepedulian dalam berkomunukasi juga sangat penting. Bagaimana menurut Pembaca?*

Purwokerto, 21 April 2020

Senin, 13 April 2020

Antara Pintu, Corona, dan Bapak
(Sumintarsih)

Berhubung kartu ATM rusak, beberapa waktu lalu saya ke bank untuk minta ganti. Sejak pandemi Covid-19 memang dijumpai banyak kejanggalan. Tidak seperti biasanya. Dengan tujuan meminimalisasi penularan virus tersebut, penyiasatan dan kebijakan baru pun diterapkan dalam banyak hal.

Salah satu praktik kehati-hatian yang saya lihat di bank tersebut adalah pintu kantor dan ATM yang terbuka permanen. Tentunya hal ini untuk menghindari agar para nasabah tidak menyentuh gagang pintu. Termasuk dilengkapinya dengan pelayanan petugas atau satpam di depan pintu. Petugas itu terus mengingatkan pengunjung untuk mencuci tangan dengan sabun atau dengan sigap dia menyemprotkan hand sanitizer. 

Sejenak langsung aku teringat almarhum bapak. Ya, selama di rumah ada orang, pintu rumah kami tidak pernah tertutup. Layaknya selalu menerima siapa pun yang hendak datang. Bahkan, seakan harapan terbukanya pintu rezeki pada setiap harinya.

Bapak adalah satu-satunya yang selalu larut berangkat tidurnya. Sepanjang itu juga, pintu rumah selalu terbuka. Entah apa saja yang dilakukan, seperti membaca buku, menulis tembang-tembang Jawa  dan rengeng-rengeng – bersenandung atau bahkan bicara sendiri merancang pidato. Ya, bapak memang sering mendapatkan tugas sebagai penyuluh dari Kantor Dinas Sosial pada era Orde Baru. Kecuali hujan angin, baru pintu rumah kami tertutup.

Di bank itu seakan aku menemukan ada keakraban. Seperti waktu SD pertama kali masuk bank. Ada satpam di depan dengan pintu yang selalu terbuka. Berbeda dengan keseharian zaman modern yang di sana sini ada AC. Pintu-pintu pasti tertutup. Walaupun ruang dan pintu kaca, tetap saja berbeda.

Kembali ke masa lalu, kembali mengenang Bapak. 

Purwokerto, 14 April 2020

Sabtu, 04 April 2020

*Asyiknya Mengundang Alumni Online*
(Sumintarsih)

Anda wali kelas yang dulu kurang waktu untuk menasihati para siswa? Kesempatan itu milik Anda, lebih banyak sekarang. Lagsung atau tidak langsung. Apa maksudnya?

WFH (Work From Home) karena pandemi Covid-19 memaksa semua murid belajar di rumah. Terlebih kelas 9 yang statusnya sudah tidak ada pembelajaran. Waktu luangnya sangatlah banyak sampai menunggu kelulusan. Kegiatan pada awal April ini adalah Ujian Sekolah atau penggantinya. Di sinilah peran wali kelas sangat besar. Mereka dituntut menemukaan ide kreatifnya untuk membuat anak tidak jenuh. Pasalnya, para siswa tersebut belum mempunyai status libur total. Mereka masih menerima kegiatan atau informasi-informasi dari sekolah. Hal ini terbukti dengan masih ada tuntutan absensi setiap pagi.

Nah, sekadar berbagi cerita. Yang saya lakukan di kelas 9C SMP Al Irsyad Purwokerto adalah mengundang tokoh online. Sang tokoh diundang ke grup WA siswa. Dalam satu atau dua jam siswa akan terlibat dalam obrolan ringan layaknya kakak dengan adik. Sangat mengasyikkan.

Narasumber pertama adalah Talitha Apta Nitisara (SMP Al Irsyad, angkatan lulus 2012 dan SMAIT Al Irsyad- 2015), dokter muda dari Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Dari pukul 10.20 sampai 12.00, Senin-30 Maret 2020 lalu, para siswa mendapatkan pencerahan dengan bahasa santai dan akrab ala anak muda. Ia menyampaikan pentingnya untuk menjadi _perempuan yang berperan dalam pergerakan menuju dunia yang lebih baik._

Caranya? Yang paling awal adalah perempuan harus tuntas dalam mencapai kemenangan pribadi terlebih dahulu (perbaiki mindset, miliki pedoman hidup: _self goals dan self value, miliki true calling,_ dan tentukan cita-cita). Keren, kan?

Narasumber kedua adalah Yusuf Burhani (SMAIT Al Irsyad- 2015) yang tengah kuliah di Universitas Al Azhar Cairo, jurusan Syariah dan Hukum Islam, semester 4. Tepat 60 menit obrolan seru berlangsung pada Sabtu, 4 April 2020, berakhir pada pukul 11.15 atau 06.11 waktu Kairo.

Para siswa antusias dalam obrolan seputar suka duka kuliah di luar negeri, tips sukses belajar, sampai pada informasi peluang beasiswa kuliah di luar negeri. Salah satu cerita menarik, katanya bahwa di sana Indonesia adalah negara yang cukup terpandang karena orang-orang Indonesia memiliki kecakapan lidah yang bagus dan sopan-sopan serta menjaga tata karma.

_“Bener-bener bermanfaat banget,”_ kata Adhwa' Hanifa Imaningtyas, salah satu siswa, mengomentari informasi yang diberikan Mas Burhan, panggilan untuk narasumber.

 Sementara itu, pihak sekolah seperti yang disampaikan Waka Kurikulum, Nur Aisyah Amini, mendukung kegiatan mandiri kelas ini karena bermanfaat menambah wawasan siswa dan menjalin silaturahmi dengan alumni.

Keduanya berpesan kepada adik-adik kelasnya agar tetap semangat dalam menuntut ilmu guna menggapai rida ilahi dan jangan lupakan porsi untuk belajar agama.*

Purwokerto, 4 April 2020

Rabu, 01 April 2020

*Anekdot WFH 2020*
(Sumintarsih)

_Work from Home_  akibat pandemi covid-19 telah menggoncang segala sendi kehidupan.  Demi kewaspadaan terhadap meluasnya wabah Covid-19, semua aktivitas dihentikan, lebih tepatnya dipindahkan, ke rumah. 

Berikut anekdot yang sempat terkumpul.

*PHP WFH.* Turunnya Surat Edaran Gubernur Jateng untuk meliburkan siswa (belajar si rumah) tidak serta merta guru bisa langsung WFH. Namun, banyak yang harus disiapkan guru, salah satunya perangkat pembelajaran jarak jauh (PJJ). Itulah maka awalnya kami masuk dua hari. Besok paginya masih diminta masuk. Yayasan belum memutuskan  waktu dimulainya WFH untuk guru karyawan.
 Besok hari masih demikian sampai perpanjangan 3 hari. Bukan masalah liburnya, tetapi guru yang memiliki anak-anak juga ingin mendampingi anaknya belajar. Jadi ingat stiker di angkutan kota, "Sekarang bayar besok gratis". _Emang enak di-PHP-in? He... he...._

*Banyak grup WA bikin pusing.* Sejak diberlakukan WFH, guru-guru selalu berkoordinasi di grup WA. Pernah rapat membahas agenda kegiatan pengganti. Dari pagi sampai malam kok belum tuntas. Paling seru ketika ada beda pendapat, kami harus sabar menunggu moderator (mengetik) menengahi.  Diketik biar mudah dilihat ulang. Ternyata rapat-rapat online menyita banyak waktu dan _bikin_ leher pegal-pegal.

*Salah kamar.* Tidak bisa dimungkiri tiap orang memiliki banyak grup WA. Misalnya saya, ada grup WA guru kelas 9, wali kelas, guru mapel US+UNBK, grup ortu siswa, grup siawa, dll. Nah, ketika sedang seru-serunya membahas kegiatan, pernah satu teman  panjang lebar menulis chat, ternyata yang dimaksud tidak berada di grup tersebut. _Capek deh...._

*Banyak anak banyak laporan.* Salah kamar yang dialami orang tua lain lagi. Orang tua mendadak memiliki tugas baru sebagai guru di rumah. Ditambah lagi harus sering koordinasi dengan wali kelas. Belum lagi Dinas Pendidikan meminta laporan kondisi kesehatan anak. Ketika sang ibu sedang menemani belajar 2 sampai 3 anaknya sekaligus, laporan ke walas jadi buyar. Anak kelas 3 SD, laporan kesehatannya _nyasar_ ke kelas 9 SMP. Ya Allah... tolong....

*Absensi guru.* Selama WFH dipahami bukan jam libur maka absensi guru tetap jalan. Kami harus mengirim laporan kegiatan dengan _google form_ maksimal 12.30, selebihnya akan dianggap terlambat. Lah ini, ada guru biasanya tidak pernah terlambat sekolah, bahkan ketika sakit (tidak parah) _dibela-belain_  berangkat. Ini dalam kelas online malah terhitung terlambat karena telat mengirim laporan. Ampun _deh_....

*Tertidur menjelang tryout.* Awal WFH, kegiatan kelas 9 adalah tryout ujian sekolah. Salah satu yang membuat stres wali kelas adalah setiap pagi mengabsen siswa menjelang 7.30 di grup kelas. Setiap hari 1-3 anak terlambat absen. Sikap cuek bisa saja dipilih wali kelas, tetapi selalu berpikir ini untuk kepentingan anak. Setelah dicek ada yang baru mengisi pulsa. Eh, ada juga yang masih tertidur setelah salat subuh. _La wong_ Tryout di dalam kamar, orang tua belum tentu melihat kegiatan anaknya. Ada-ada saja....

Masih banyak, tapi sudah lelah _ngetiknya._ He..he.....

Purwokerto, 2 April 2020