Minggu, 21 Agustus 2022

Kakak Merasa Sudah Dewasa (cerita inspiratif parenting)


Nisa dan Raka adalah kakak adik yang hanya selisih 11 bulan. Keduanya selalu bermain bersama dan belajar bersama. Asyik sekali bila sudah berdua. Karena seumuran, komunikasi mereka juga lebih mudah. Meskipun kadang bermain dengan teman di luar rumah, kedua anak ini lebih tahan lama bermain di dalam rumah.

“Bu, Kak Nisa kok belum pulang?” rengek Raka mencari kakaknya yang sedang mengikuti kegiatan pramuka.
“Pak, Dik Raka masih tidur? Dibangunkan boleh?” kata Nisa yang sering kesepian bila adiknya tidak bermain bersamanya.

Begitulah mereka sering merasa kehilangan bila salah satu tidak ada. Namun, perselisihan dan pertengkaran tidak bisa dihindari bila ada perbedaan pendapat atau keinginan di antara mereka. Bahkan, adu fisik sudah menjadi pemandangan biasa.

“Punyaku, ini gambar punyaku!” teriak Raka.
“Ini punyaku, punya Raka yang itu!” suara Nisa tidak mau kalah.

Begitu kurang lebih bila mereka bertengkar. Saling Tarik dan berebut barang berlanjut ke saling menendang dan memukul. Suara tangisnya beradu, tidak ada yang mau mengalah. Raka, meskipun lebih muda, tenaga laki-lakinya jelas mengalahkan Nisa. Air mata mereka bercucuran membasahi muka dan bajunya.

Bu Lulu, ibu dari kedua anak itu tidak ingin memihak. Kalau sudah agak reda, Ibu masuk dan mulailah pembicaraan untuk menengahi.Namun, bila adu fisik berlebihan dan membahayakan, Ibu Lulu akan segera memisah.

Suatu hari, Nisa demam. Sudah dua hari tidak masuk sekolah. Raka tampak gelisah dan malas-malasan berangkat sekolah. Pelajaran kelas 3 SD yang ia hadapi, biasanya disikat habis karena dibantu Nisa, kakaknya yang di kelas 4. Nisa mengajari layaknya guru les, bukan mengerjakan PR adiknya. Namun, kini kakaknya terbaring lemas.  Raka malas sekali membuka buku di rumah.

“Kak Nisa mau minum? Raka ambilkan, ya?” tanya Raka mendengar kakaknya batuk kecil dan sudah terbangun dari tidur siangnya.
“Teh manis, Dik.” Nisa menjawab dengan tidak membuka matanya. Kepalanya masih terasa berat. “Jangan terlalu panas!” imbuhnya.

Dengan cekatan Raka ke dapur membuatkan minum. Meskipun harus naik kursi, Raka bisa mengambil gula dan teh. Ia bawa gelas ke dispenser, tambahkan air panas, sedikit air dingin, dan diaduk-aduk.

“Ini, Kak Nisa. Teh manis sudah jadi.”
“Terima kasih,” kata Nisa.
“Kak Nisa lekas sembuh, ya. Biar bisa main sama Raka,” rayu Raka dengan memijit-mijit kaki kakaknya.
Dari kejauhan Bu Lulu memperhatikan kedua anaknya. Ada rasa haru dan sayang. Di balik pertengkaran yang sering dia lihat. Kasih sayang kakak beradik ini sangat membanggakan. Ia berharap sampai dirinya tua, kedua anaknya tetap rukun dan saling menyayangi.

Tiga tahun kemudian, Nisa sudah memasuki jenjang SMP, sedangkan Raka masih kelas enam.
“Kak Nisa, ayo main perang-perangan!”
“Gak mau!”
“Ayo, Kak. Ini pedangnya, aku yang merah, Kak Nisa yang biru,” bujuk Raka.
“Gak mau. Sana main sama Bayu atau Dimas!” bentak Nisa.
“Ayolah, Kak…. Sama Kak Nisa aja!” Raka masih terus merengek pingin main sama kakaknya.
“Raka, Kak Nisa sudah besar, ga mau main gituan lagi!” Kali ini suara Nisa keras dan tinggi ditambah mata melotot. Wajahnya memerah apalagi baru saja pulang sekolah. Ia lelah dan belum sempat ganti baju.

Seketika Raka terdiam dan kaget dengan bentakan Nisa. Ia terduduk diam di pojok ruangan. Belum pernah Raka mendapatkan ucapan sekasar ini.

“Raka, Kak Nisa sepertinya banyak PR. Dia pusing karena harus menyelesaikan tugasnya. Kak Nisa bahkan belum ganti baju. Raka sama Ibu, yuk! Oya, Ibu mau membuat kue kesukaan Raka. Yuk, ke warung membeli agar-agar! Meskipun masih cemberut, Raka mau beranjak.

“Belikan es krim,” sahutnya.
“Iya, boleh,” jawab Ibu.
Sore hari, setelah Nisa dan Raka mandi, Raka Bersama Ayah ke lapangan melihat bola.

“Nisa, tidak biasanya kamu membentak Raka seperti tadi siang?” tanya Ibu kepada Nisa.
“Iya, Bu. Masak aku sudah SMP diajak main seperti anak kecil? Nisa sudah dewasa.”
“Apa harus menjawab dengan membentak? Tadi Nisa melihat wajah Raka waktu kamu bentak? Raka sedih dan kaget. Oya, Raka pernah bilang kepada Ibu bahwa Kak Nisa adalah kakak yang paling baik sedunia.”

“Iya, Bu? Maafkan Nisa, Bu. Sebetulnya Nisa tidak ingin membentak.” Nisa terharu mendengar cerita Ibu tentang rasa sayang Raka kepada dirinya. Ia menunduk dan memeluk ibunya. “Maaf, Bu. Nanti Nisa akan minta maaf pada Raka.
 
***
 
Ayah Bunda, menjadi orang tua bijak sangatlah tepat. Bila memiliki anak lebih dari satu, keadilan dan kasih sayang yang sama hendaklah diberikan kepada keduanya. Bila anak bertengkar, kehadiran orang tua menjadi penengah yang menenteramkan. Usia anak yang sangat dekat, memang menjadi kelebihan tersendiri ketika mereka bermain seakan mendapatkan teman sepantaran. Di satu sisi, konflik dan pertengkaran sering mudah tersulut. 

 Anak-anak akan menilai dan bangga karena orang tuanya tidak membeda-bedakan. Memiliki anak yang berjarak usianya sangat dekat, tentu memiliki suka duka tersendiri.

8 komentar: