Jumat, 11 Juni 2021

Duka Kamboja


“Kamboja, mengapa kamu tampak sedih?” tanya Melati kepada bunga kamboja yang tumbuh di atasnya. 

“Iya, Kamboja tidak ceria seperti kemarin?” timpal Mawar Merah.

“Menurut kalian, apakah aku tidak cantik?”

“Oh, kamu cantik dan anggun. Taman ini semakin serasi karena kehadiranmu,” jawab Melati menghibur.

“Benar, aku, Melati, dan Kamboja, bukankah kita saling melengkapi di taman kecil dan bersahaja ini? Ada yang rendah, sedang, dan tinggi.”

“Menurut orang-orang perumahan tidak demikian. Aku selalu dihubungkan dengan kuburan. Bukankah kegiatan tabur bunga juga membawa bunga mawar dan melati? Mengapa hanya kamboja yang dianggap seram?”

Sejenak Melati dan Mawar terdiam. Dalam hatinya mereka mengiyakan label bunga kamboja itu. Namun, mereka selama ini tidak terpikirkan isi hati sahabatnya, Kamboja, bakal sesensitif ini.

 Aaplagi beberapa hari ini Ibu Yan, istri pemilik rumah, selalu mengagumi keelokan Kamboja Kuning yang sedang cantik-cantiknya. Bu Yan bahkan seperti melupakan Mawar dan Melati.

“Kamboja, mengapa kamu berbicara seperti itu? Itu artinya kita bertiga sahabatan. Di taman ini kita bersama, di kuburan pun saudara-saudara kita bersama,” hibur Melati.

“Tidak sesederhana itu, Melati. Coba kamu renungkan. Betapa manusia itu tidak adil dan pilih kasih. Mengapa mesti bunga kamboja yang dicap bunga kuburan? Padahal di atas pusara yang memenuhi tanah biasanya bunga melati dan bunga mawar. Tak ada mereka menaburkan kamboja. Justru aku, maaf, berjasa merindangi kuburan.”

“Em… mungkin maksud manusia ingin mengenang jasamu itu,” jelas Mawar.

“Iya, tapi cara mereka menyebutku dengan sinis dan menyakitkan. Apa itu namanya mengenang jasa?”

“Sabar, Kamboja…,” bisik Melati lembut.

“Melati Putih dan Mawar Merah sabahatku, malam ini kita terakhir kali bertemu.”

“Apa maksud kamu, Kamboja?” tanya Mawar kaget. 

“Besok aku akan meninggalkan kalian selamanya.”

“Kamboja?”  Melati tidak kalah kaget dan penasaran.

“Pak Yan harus memotong dan membuangku.”

“Bukankah mereka menyayangi kita? Mereka merawat, menyirami, dan menjaga kita,” kata Mawar heran.

“Ya, tapi tetangga-tetangga merasa ngeri melihatku.”
Hening, senyap, dan diam. Tidak ada perkataan lagi di antara mereka. Angin malam seakan mengantarkan dahan, ranting, dan daun-daun mereka berpelukan untuk terakhir kali.

Purwokerto, 11 Juni 2021

Gambar: google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar