Minggu, 26 Februari 2023

MENYELAMI BUKU “SERPIHAN CERMIN RETAK”



Judul yang tertera dalam kover ditambah blurb di kover belakang, sungguh penulis menjatuhkan pilihan yang tepat. Sebuah judul yang menyajikan makna tersirat mengajak pembaca untuk menemukan sendiri jawabannya setelah membaca buku antologi cerpen ini. Keretakan semacam apa yang dimaksud.

Penulis yang seorang istri ditambah luasnya pergaulan dan wawasannya, tentulah memiliki banyak pengalaman, ide, dan informasi seputar kerumahtanggaan. Tung Widut, nama pena dari Widwi Astuti, adalah guru SMK N 2 Tulungagung. Dengan buah karya (saat buku diterbitkan) 5 buku solo dan 28 buku antologi ini menunjukkan sudah banyak bergerak di bidang literasi, apalagi pernah menjadi finalis Inovasi Pembelajaran dari Kesharlindung Dikmen, tahun 2018.

Kehidupan suami istri dalam bingkai rumah tangga adalah hal yang tidak akan pernah habis untuk dijadikan bahan pembicaraan. Namun, untuk menjadi bahan tulisan, tentulah membutuhkan keterampilan yang luar biasa bagi penulis. Karena itulah penulis berhasil menorehkan pilihan diksi dan rangkaian kalimat dalam alur cerita yang indah dan menarik. Sebuah keterampilan dan kemahiran tersendiri agar para pembaca nyaman membaca dan bisa menikmati alur cerita demi cerita.

Tema umum dari buku ini adalah keretakan dalam rumah tangga. Sebuah hal yang seharusnya manusia hindari, tetapi menjadi santapan ternikmat bagi setan. Bahkan, berdasarkan sebuah  hadis, bisa dipastikan bahwa perceraian di antara suami-istri (rumah tangga) sangat disukai oleh iblis dan merupakan prestasi terbesar dan terhebat mereka. Apalagi, pada sebagian cerita merupakan kisah nyata yang memang ada di sekitar kita. Tentulah penulis ingin mengajak pembaca mengetahui jawaban dan solusi yang sebagian orang ambil seperti dalam buku ini.

Buku ini menyajikan lima judul cerpen, yaitu Serpihan Cermin Retak, Rasa Lebih dari Kata, Kabut dalam Badai, Tentang Perselingkuhan Itu, dan Rembulan Tertutup Awan, ditambah prolog dan epilog. Buku setebal 177 halaman hanya berisi lima judul cerpen. Ini artinya setiap judul terdiri dari banyak halaman. Bahkan, cerpen yang menjadi judul buku ini menghabiskan 53 halaman, sudah seperti 1 buku. Adapun cerpen yang paling pendek berjudul Rasa Lebih dari Kata, 11 halaman.

Panjang dan lama untuk bisa menyelesaikan tiap judul. Setiap judul sengat membuat penasaran pembaca. Pembaca tergiring untuk berhenti setelah menuntaskan membaca. Saya membuktikan sendiri, sekali duduk menyelesaikan judul pertama itu sampai larut malam.

Begitu juga judul-judul lainnya. Pembaca sangat merasa kehilangan dan mencari halaman selanjutnya, “Kok sudah selesai? Pingin nambah lagi.” Demikian juga selesai membaca buku ini, pembaca belum rela, bahkan kaget ketika sudah di halaman terakhir.

Dalam judul Serpihan Cermin Retak, diceritakan Yuandra, seorang mahasiswi, yang menjual keperawanannya kepada Pak Carlos, dosennya sendiri. Hal ini dilakukan demi pengobatan sang ibu. Namun, penulis berhasil menyampaikan pada bagian yang sensitif itu dengan cara halus dan santun.  

Judul Kabut dalam Badai mengisahkan perselingkuhan, tetapi menghadirkan sosok istri yang tetap menerima kehadiran suaminya. Tanpa dendam dan amarah.  Lain lagi dengan Tentang Perselingkuhan Itu. Judul ini menghadirkan alur mundur yang di luar dugaan. Gotak gatuk, mathuk. Dihubung-hubungkan dan terhubung. Kurang lebih begitu. Tumbuhnya rasa cinta dua orang yang ternyata sama-sama korban dari pengkhianatan seorang lelaki yang sama.  Adapun dalam judul Rembulan Tertutup Awan, ini sangat tepat ditempatkan sebagai judul penutup karena sebagai klimaksnya. Cerita dibumbui dengan hadirnya sosok ayah yang tidak terima anak perempuannya disakiti oleh menantunya.

Abah memasuki ruangan sang manager tanpa mengetuk pintu.

“Adyaksa. Apakah kamu laki-laki bertanggung jawab? Apa kamu sudah betul memimpin keluargamu. Kalau belum, bersimpuhlah di kakiku Kuajari kamu jadi bajingan!”

Suara lantang Abah membuat seisi kantor melongo. (halaman 151)

 

Bagian ini sungguh mengusik emosi pembaca. Penulis sukses membuat pembaca larut dalam kesedihan dan mata berkaca-kaca. Yang jelas, sedih karena alur ceritanya dan sedih karena sudah habis, tidak ada lagi yang akan dibaca. Hebatnya, hampir semua judul happy ending.   

Alur cerita yang menarik, bahasa yang ringan, dan jalan cerita yang tidak bisa ditebak menjadi kelebihan buku ini. Pilihan gambar dalam kover juga sangat mewakili yaitu semacam kaca pecah dan mata berlinang air mata. Meskipun dalam suasana duka, mungkin akan lebih bagus gradasi warna kover lebih terang.

Bagi para wanita yang sudah berkeluarga maupun yang belum, bahkan bagi kaum adam, saya sarankan membaca buku ini. Buku ini tidak hanya sekadar menghibur, tetapi memberikan banyak pelajaran kehidupan. Jangan sampai kita menjadi korban peselingkuhan, apalagi pelaku perselingkuhan itu sendiri. Sakit…, sakit….

 

Terima kasih kepada penulis atas cerita dan pelejaran kehidupan yang sangat berharga. Semoga menjadi amal jariah atas pelajaran yang dibagikan.*

 

Judul

Serpihan Cermin Retak

Penulis

Tung Widut

Penerbit

Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan

Cetakan

Kedua, Agustus 2021

ISBN

978-623-6196-22-9

Tebal buku

177 halaman

 

 

Biodata Peresensi

Sumintarsih

Mengajar di SMP Al Irsyad Purwokerto sejak  tahun 2000. Senang belajar menulis dan mengajak orang lain menulis. Alhamdulillah sudah mempunyai 5 buku solo dan beberapa buku antologi. 

IG: sumintarsih_24

Email: sumintarsihpurwokerto@gmail.com



6 komentar: