Senin, 27 April 2020

Keterampilan Berliterasi bagi Pengguna Medsos

“Loh, kok _ngguyu dewe._ Ada apa to, Mbakyu?” tanya Sari, tetangga depan yang melihat Mbak Ayu tertawa sendiri di teras rumah.

“Ini lho, Dik. Saya ditanya penjual tisu.”

“Ditaya apa, kok malah tertawa?” desak Sari tidak sabar.

“Masak saya beli tisu kok minta 1 kg dan dipilihkan yang besar-besar. Hehe.…” jawab Ayu masih belum jelas.

“Bagaimana itu ceritanya?”

“Dari grup WA media jual beli, pagi ini saya pesen tisu dan pesen jeruk.  Japri kepada penjual yang berbeda. Lah, yang satu tanya beli berapa. Saya pikir dari penjual jeruk. Langsung saja saya tulis pesen 1 kg, pilihkan yang besar-besar.  Eh, ternyata japri dari penjual tisu,” jelas Ayu sambil masih menahan tawa dan malu.

“Oalah…, salah alamat. Belum di-save to, namanya?”

“Ya belum. Makanya saya salah terima. Saya buru-buru dan kurang teliti,” jawab Ayu diikuti tawa keduanya. 

“Kemarin saya juga pernah, Mbakyu. Pesan parfum 1 botol ke teman. Yang mengantarkan suaminya. Saya menyiapkan uang untuk 1 botol. Suaminya membawa 2 botol. Sampai di rumah, mereka  bingung dan sempat ramai katanya. Ternyata setelah saya cek, tertulis di hp, saya pesan 2,” terang Sari menghibur Ayu.

“Angka 1 tetangganya angka 2 ya, Dik? Hehe…. _Nek kui ngajak gelut,_ Dik. Ngajak bertengkar. Lebih parah dari saya itu."

“Benar, Mbakyu. Saya minta maaf berkali-kali kepada mereka.”

Beberapa contoh kejadian serupa sering kita dengar atau alami sendiri. Misalnya di grup WA. Beberapa orang sering kurang sabar membaca atau mengikuti informasi. Karena malas membaca info yang sudah jauh di atas, mereka akan mencari jalan praktis dengan langsung bertanya. Kesalahpahaman pun bisa terjadi dengan alasan seseorang tidak membaca informasi yang sudah dishare dan tidak mau disalahkan.

Pengalaman lain yang hampir saja saya  alami ketika saudara dari teman ada yang meninggal. Saya menulis ucapan turut  ”berduka cita” yang muncul “bersuka cita” karena tombol huruf “s” berdampingan dengan huruf “d”. Bersyukur belum sempat terkirim. Sejak saat itu saya memilih kata “turut belasungkawa” atau selainnya. Namun sebaliknya, ucapan “Turut bersuka cita” pernah saya terima saat ibu saya meninggal. Jelas tidak mungkin itu sebuah kesengajaan, tetapi tetap saja kurang elok dibaca.

Di atas adalah sebagian contoh kejadian yang kadang kita jumpai di tengah masyarakat. Hal sepele bisa menjadi masalah besar karena kekurangsabaran dalam bermedia sosial. Kecanggihan teknologi tidak menjamin semua aman dan lancar bila kendali diri tidak optimal.

Keterampilan berliterasi khususnya membaca dan menulis yang belum maksimal bisa fatal dalam hidup bermasyarakat. Tampaknya bukan hanya penulis yang perlu keterampilan menyunting. Minimal menyunting atau mengedit pesan sebelum di-share akan lebih bijak bagi pengguna medsos.*

Purwokerto, 28 April 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar