Senin, 26 April 2021

Belajar Naik Sepeda (Parenting)

Nining, gadis kecil yang umurnya belum TK, hampir setiap hari menghabiskan waktunya dengan bermain sepeda. Lebih tepatnya belajar naik sepeda. Dia berusaha bisa naik sepeda dengan sepeda mininya.

Dulu belum ada sepeda kecil roda empat. Dua roda kecil penyangga di samping kanan kiri roda belakang, memang membantu anak tidak jatuh saat bersepeda. Anak-anak kecil pun berlatih sepeda dengan sepeda seadanya. Bahkan, tahun-tahun sebelumnya sangat jarang sepeda mini.

Hampir setiap anak kecil berlatih naik sepeda menggunakan sepeda orang dewasa. Hebatnya lagi ada yang menggunakan sepeda onthel model laki, yang ada plantangannya, besi penghubung bawah stang dengan bawah sedel. Anak-anak pun memasukkan kaki kanan di bawah besi itu supaya bisa menggenjot pedal bagian kanan.

“Ayo, Ning,  latihan lagi!” ajak Evi teman sebayanya yang sudah siap dengan sepeda merahnya.

“Iya, aku ambil sepedaku dulu, ya,” jawabnya dengan semangat. Mereka pun membawa sepeda masing-masing. Sepede Ning warna biru kusam yang dibelikan ayahnya, memang bukan sepeda baru. Namun, tidak membuatnya malu. Yang penting dia ingin bisa naik sepeda.

Sehari, dua hari, begitu seterusnya. Kadang kakak-kakaknya mengamati Ning bersepeda, tetapi lebih sering dia sendiri bersama Evi juga teman-teman main lainnya di tanah lapang.

Sampai pada suatu sore, terdengar tangisan mendekat rumah.

“Huhu…. sakit…,” suara Ning memelas. Air matanya bercucuran sambil menuntun sepedanya.

“Ada apa, Ning?” tanya ibu dan kakak-kakaknya. Semua mata tertuju pada sepeda dan wajah Ning yang penuh peluh juga tanah, celemotan. Rambut kucir satunya pun sudah tak berbentuk.

“Kakiku sakit, jatuh nabrak pohon, huhu…,” tambahnya.

“Ya Allah, jempolmu kenapa?” tanya ibu.

“Kukunya lepas, Ning?” tanya Mbak Ina panik. “Darahnya… darahnya keluar banyak.” Mbak Ina semakin gugup.

“Tadi aku hampir bisa naik sepeda, huhu….”

Yang mendengar malah jadi tertawa karena Ning tidak peduli dengan lukanya. Dia seakan sedang merayakan keberhasilannya yang hampir bisa naik sepeda sendiri.

“Hebat kamu Ning, besok latihan lagi kalau kakimu sudah sembuh, ya!” puji Ibu. Senyum Ning mengembang di balik celemotan wajah dan gigi-giginya yang gupis, hitam-hitam dan lepas sebagian. Ning pun segera dibersihkan dan kakinya diobati.

Berapa hari kemudian, setelah luka di kakinya mengering, Ning kembali berlatih sepeda. Akhirnya latihannya berbuah manis. Usia sebelum TK sudah bisa naik sepeda. Sepeda mini waktu itu berukuran besar dibanding badan anak lima tahun.

Sementara itu, ada teman lain yang takut tidak berani naik sepeda. Dia tidak mau latihan karena takut jatuh. Sampai dewasa, dia tetap saja tidak bisa naik sepeda.

Ayah Bunda, pengorbanan anak untuk bisa naik sepeda adalah salah satu bukti semangat juang yang dimilikinya. Dengan fasilitas seadanya justru memberikan tantangan yang lebih besar. Motivasi dari dalam diri anak dan dukungan orang tua akan memberikan pengaruh yang luar biasa. Apalagi semakin berkembangnya zaman, kemudahan anak menggunakan fasilitas yang semakin modern kini terbuka lebar.

Hendaklah orang tua tidak malah menjadi penyebab anak bertahan dengan rasa takutnya. Anak tidak berani mencoba, takut jatuh, atau takut gagal, apalagi orang tua tidak tega melihat anaknya terluka. Luka hari ini adalah pembuka suksesnya di masa depan. Jangan sampai kegagalan anak karena orang tua yang terlalu sayang sehingga tidak memberi kesempatan bagi anak menguji nyalinya.  

 

Purwokerto, 27 April 2021

 

 

2 komentar:

  1. Bagus ceritanya..Saya senang membacanya.Bahasanya sederhana dan gampang dipahami.
    Ceritanya mirip pengalaman masa kecil saya, berlatih sepeda menggunakan sepeda lanang alias sepeda yang ada wangkringnya (bahasa Jawa), yaitu sepeda laki-laki. Sempat jatuh, kaki terluka tetapi tetap nekad...sampai terkadang naik sepeda sambil duduk di wangkring bukan di sadel. Hahhaaha ..itu terjadi saat saya berumur 10 tahun di tahun 1973.

    BalasHapus
  2. Ceritanya sederhana, tapi dikemas dengan bahasa yang menyentuh, dan pesan atau makna yang terkandung sangat mengena

    BalasHapus