Rabu, 07 April 2021

Sehari tentang Buya Hamka


Kemarin siang saya membaca postingan Pak Moch. Khoiri berjudul serial Write or Die (8): menulis mewarnai peradaban. Menurut beliau membaca dan menulis harus dilakukan oleh suatu bangsa dalam membangun kebudayaan dan peradaban karena membaca dan menulis merupakan literasi teks yang memberikan peluang besar untuk diturunkan dari generasi ke generasi.

Tokoh Patih Gajah Mada yang terkenal gagah berani berhasil menaklukkan wilayah barat hingga Tumasik semasa Tri Bhuwana Tunggadewi dan wilayah timur hingga Filipina Selatan semasa Hayam Wuruk. Sayang sekali Gajah Mada tidak meninggalkan jejak literasi sehingga sepak terjangnya dipandang sebagai misteri yang rawan didistorsi.

Pak Khoiri mengajak pembaca untuk mencontoh agamawan yang penulis seperti Buya Hamka yang karyanya lebih dari 100 judul atau mencontoh negarawan yang penulis seperti Soekarno dan Mahatma Gandhi.

 

Tiba-tiba pagi ini ada postingan cerita inspirasi di salah satu grup WA sekolah yang bersumber dari buku karya Buya Hamka. Sebuah nasihat menjelang bulan Ramadan yang dianalogikan dengan cerita Raja Iskandar Zulkarnain dengan 3 golongan prajurit. Iskandar Zulkarnain memerintahkan pasukannya yang nanti malam akan melewati sungai agar mengambil benda-benda yang diinjaknya di sungai.

 

Golongan pertama tidak mengambil apa pun karena mereka hanya menginjak batu-batu. Golongan kedua mengambil sedikit batu sekadar menjalankan perintah.  Adapun golongan ketiga mengambil sebanyak-banyaknya batu  sehingga kepayahan dalam membawanya.

 

Pagi harinya, Iskandar Zulkarnain bertanya tentang benda apa yang pasukannya ambil. Ternyata, para prajurit mendapati intan berlian. Tentu saja kelompok ketiga yang paling bersyukur tanpa sedikit pun penyesalan karena mereka sungguh-sungguh dalam mengambil.

 

Demikianlah hendaknya kita dalam menjalankan ibadah Ramadan. Mengambil keberkahan dari bulan Ramadan dengan bersungguh-sungguh memparbanyak ibadah dan amal kebaikan tentu akan lebih menguntungkan.

 

Saya masih merenung dengan kebetulan tentang Buya Hamka. Namun, sebagai umat Islam kita tidak pantass mengatakan “kebetulan” karena yang ada adalah kadarullah. Atas kehendak Allah, saya diingatkan pentingnya berliterasi mencontoh Buya Hamka melalui postingan Pak Khoiri dan teman di sekolah. Benar sekali bahwa kita bisa merasakan hadirnya nasihat Buya Hamka dari buku-buku peninggalannya. 

 

Insyaallah, saya optimis dari bersusah-susahnya kita terutama para pendidik yang sekarang mulai menekuni literasi, akan ada generasi selanjutnya yang juga peduli berliterasi.

 

Purwokerto, 7 April 2021

 

9 komentar:

  1. Keteladanan guru sangat penting dlm gerakan literasi sekolah, keluarga, dan masyarakat. Kitabharus jadi teladan literasi yang baik

    BalasHapus
  2. Memberi teladan tanpa jeda di tengah pandemi corona... Top banget... Barakallah

    BalasHapus
  3. Tuliskan apa yg kamu kerjakan dan kerjakan apayg SDH kamu tuliskan

    BalasHapus
  4. Ide menulis bisa muncul setelah membaca tulisan orang lain. Ini namanya ide muncul darimana mana. Apapun bisa ditulis yang penting kita PD.... Lanjutkan

    BalasHapus