Kamis, 24 Maret 2022

Cinta yang Kebablasan

 Salah satu elemen kunci kebinekaan global adalah mengenal dan menghargai budaya lokal. Kebinekaan global sendiri sebagai salah satu profil Pelajar Pancasila. Dengan menentukan 6 profil pelajar Pancasila, pemerintah berharap dapat mewujudkan pelajar Indonesia yang memiliki semangat belajar sepanjang hayat, memiliki kompetensi global, dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. 

Ah, saya hanya ingin sedikit mengenang salah satu murid saya yang “aneh”. Kejadian ini sudah sekian tahun lalu. Belum digulirkan “Pelajar Pancasila”. Apakah ia termasuk sudah praktik menghargai budaya lokal? Silakan disimak cerita berikut. 

Ia, anak laki-laki SMP, begitu mencintai tempe mendoan. Sebagai warga Banyumas, Jawa Tengah, tentu tidak asing dengan makanan khas ini. Makanan berbahan dasar tempe kedelai dengan irisan tipis-tipis dan digoreng setengah matang. Makanan khas ini terlalu merakyat, bahkan sebagian orang tidak bisa absen dari makan mendoan setiap hari.

 Mendoan, makanan gurih ini cocok untuk lauk makan. Cocok lagi untuk camilan teman minum teh pagi atau sore, kapan pun cocok. Dimakan dengan dicocolkan sambal kecap atau langsung dengan lalapan cabai rawit. Orang tidak mungkin hanya cukup makan satu buah, pasti ingin menambah. 

Nah, murid saya yang satu ini terlalu mencintai makanan lokal tersebut. Ia mencintai secara fanatik dan kebablasan. Bagaimana tidak? Dia tidak bisa makan tanpa lauk mendoan, bahkan tidak bisa sama sekali dengan lauk lainnya, daging sekalipun. Yang aneh lagi, waktu itu sedang berkemah, kebetulan di tengah hutan yang jauh dari penjual makanan. Orang tua sampai datang mengirimkan mendoan untuk lauk. Mereka paham bahwa panitia biasanhya menyiapkan makanan nasi bungkus lauk telur atau ayam. 

 Mencintai makanan tradisional adalah hal sulit bagi para remaja. Ini justru kebablasan.

 Purwokerto, 24 Maret 2022

4 komentar: