Kamis, 10 Maret 2022

Tantangan Kreatif untuk Kemandirian Siswa

Berbicara tentang kata mandiri, saya langsung teringat pada kondisi anak-anak sekarang dalam berbagai kegiatannya. Kemandirian yang mereka tunjukkan tentu tidak terlepas dari peran orang dewasa di sekitarnya, yaitu orang tua dan guru. 

 Sebagai guru, pembiasaan apa saja yang sudah kita ajarkan kepada mereka? Di sekolah kita melihat anak-anak bisa mandiri dalam melaksanakan tugas piket kelas, mengerjakan soal-soal, atau tugas tambahan di kegiatan ekstrakurikuler, pengurus kelas, pengurus OSIS, atau yang lainnya. Apalagi berbagai tantangan yang berhubungan dengan dunia digital, anak-anak sekarang malah lebih terampil dibanding guru. Terutama guru-guru angkatan tua. Namun, ada juga siswa yang pastinya masih memerlukan bimbingan. 

 Nah, bagaimana dengan keseharian mereka di rumah? Bagaimana peran orang tua? Melihat berbagai fasilitas yang orang tua sediakan untuk putra putri mereka di era modern ini, terutama di perkotaan, jelas berbeda dengan yang didapatkan kebanyakan anak zaman dulu. Tepatnya, waktu orang tua tersebut masih sebagai anak. 

 Kondisi perekonomian yang lebih dari cukup, justru terkadang "menjerumuskan" anak dalam pembentukan kemandirian. Bagaimana tidak? Sebagian orang tua berpikir karena dulu masa kecilnya hidup prihatin, jauh dari cukup, sekarang "balas dendam" anaknya tidak boleh merasakan "penderitaan" yang sama. Sebagai contoh, fasilitas mobil untuk antar jemput, padahal jarak tidak terlalu jauh. Di satu sisi kondisi lalu lintas memang kadang kurang bersahabat untuk anak menggunakan sepeda ke sekolah, terlalu ramai dan padat. Bahkan, anak jalan kaki ke sekolah, misalnya 300 m sampai 500 m saja, sudah menjadi pemandangan langka. Hampir tidak ada. 

 Oleh karena itu, bagi sebagian anak, selain dunia keluarga dan dunia sekolah, mereka jarang berhubungan langsung dengan masyarakat umum. Orang tua sangat menjaganya. Benturan, kendala, atau masalah jarang mereka jumpai. Semua baik-baik saja, aman terkendali. Akibatnya, kedewasaan dan kemandirian sebagian anak belum sukses terbentuk. Contoh yang paling kecil, anak malu saat menanyakan jadwal sehingga yang mengirimkan chat orang tuanya. Atau sendok tertinggal, ada orang tua yang mengantarkan ke sekolah. Itulah kemudian sekolah menerapkan peraturan tidak boleh menelepon orang tua untuk mengantarkan barang yang tertinggal. 

 Akan berbeda persoalan dengan anak-anak yang biasa berorganisasi atau yang mempunyai kepribadian mudah bergaul. Dia lebih bisa menghadapi situasi. Mereka sudah terbiasa berlatih mandiri dan tanggung jawab serta terampil berkomunikasi. 

 Bila ditanyakan tentang kebiasaan ibadah, sejauh ini sebagian anak sudah terbentuk kemandiriannya, apalagi jadwal menghafal Al Qur'an. Sebagai pelajaran yang porsinya tidak sedikit, anak-anak sudah mempunyai jadwal dan kesadaran untuk menghafal Al Qur'an baik di rumah maupun di sekolah. Mereka akan menerima risiko bila tidak menjalankan kewajibannya. 

 Oya, ada cerita menarik. Salah satu contoh yang pernah dilakukan salah satu orang tua kami secara mandiri. Salah satu putranya yang waktu itu kelas 8 SMP, ditantang untuk melakukan perjalanan ke Jakarta dari Purwokerto seorang diri dengan kereta api. Nah, kira-kira bagaimana dengan orang tua yang lain, ya? Atau salah satu pembelajaran lifeskill salah satu SMP di Surabaya, yaitu tes naik kendaraan umum (angkutan kota). Hal ini tentu mengingat semua siswanya menggunakan kendaraan pribadi, berangkat dan pulang sekolah. 

 Nah, di sini saya sepakat dengan budaya anak sekolah di Jepang. Mereka berangkat dan pulang sendiri. Sebagian besar jalan kaki atau naik sepeda karena tidak terlalu jauh jaraknya. Salah satu sistem zonasi untuk yang satu ini, terasa sekali manfaatnya. 

 Kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi sebagai salah satu elemen kunci mandiri bagi pelajar Indonesia (pelajar Pancasila) sangat perlu diupayakan lagi. Pembentukan kemandirian pada siswa, untuk pembiasaan kegiatan sehari-hari, perlu diatur dengan baik dan konsisten serta pengawalan yang bagus. Perlu juga ide-ide yang kreatif dalam memberikan tantangan kemandirian yang menarik.

 Purwokerto, 10 Maret 2022

9 komentar:

  1. Setuju buk ... Guru dan orang tua harus bisa bekerjasama untuk bisa melatih kemandirian anak.

    BalasHapus
  2. Idenya sangat mendukung terbentuknya kriteria pelajar Pancasila, mari kita galakkan

    BalasHapus
  3. Wah ide yang unik melatih kemandirian anak, bepergian sendirian?

    BalasHapus
  4. Setuju...mengajari anak hidup mandiri,krn mengajari sejak dini bangus sekali, ceritanya sangat mengispirasi kita, mantap

    BalasHapus
  5. Sekolah itu institusi yang berhubungan langsung dengan anak. Kreativitas memandirikan anak selalu dikomunikasikan dengan pemilik anak (orang tua) agar tidak menuai kecan apabila berjalan tdk sesuai harapan.

    BalasHapus