Minggu, 09 Mei 2021

Writing from The Heart Bersama Ahmad Fuadi


Sabtu 8 Mei 2021, aku mengikuti webinar yang diadakan oleh Kagama (Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada) bertajuk Kagama Menulis VIII: Writing from The Heart. Acara yang dimulai pukul 10.00 ini menghadirkan penulis novel Negeri 5 Menara, Ahmad Fuadi.



Di antara sekian peserta aku yakin sudah banyak yang memiliki jam terbang tinggi dalam menulis,  baik menulis fiksi maupun nonfiksi. Sebagian mungkin juga ada yang baru berminat, termasuk aku. Bahkan acara ini pun kegiatan Kagama yang kali pertama aku ikuti. 

Sungguh aku merasa pulang kampung ke kampus bisa berkegiatan dengan sesama warga UGM. Semua fokus mengikuti materi tanpa peduli jurusan apa atau angkatan berapa. Di awal acara diputarkan Himne Gadjah Mada membuat aku merinding. Acara mengalir lancar, cuma sesekali terkendala sinyal sehingga suara sempat terputus, tetapi segera bisa muncul lagi.

Ahmad Fuadi memulai materi dengan menceritakan pengalamannya melahirkan novel _Negeri 5 Menara_ sampai dampak dari menulis. Semua peserta yang sudah pernah membaca novelnya atau menonton filmnya pasti sangat terpuaskan karena bisa bernostalgia apalagi mendengarkan langsung dari penulisnya. 

Pesan yang luar biasa dari pembicara adalah pentingnya memiliki fondasi yang kuat sebelum seorang penulis menghasilkan karya. fondasi tersebut adalah fondasi hati dan data. Menulis dengan hati akan sampai ke hati. Dengan riset dan data yang lengkap menjadikan tulisan makin kuat.

Pembicara menentukan bagian dari perjalanan hidupnya yang paling menyenangkan, itulah yang akan ditulisnya. Hal yang paling membuat dia senang ketika mengingatnya adalah kehidupan awalnya di pondok modern Gontor. 

Seorang anak desa yang diminta ibunya untuk menuntut ilmu di rantau. Sebagai anak Minang pantang untuk melawan ibu apalagi ada legenda Malin Kundang. Berangkatlah ia dengan setengah hati. Ilmu yang dahsyat pertama ia dapatkan dari seorang guru yang masuk pertama kali dengan gaya yang berbeda untuk menyampaikan pesan _Man Jadda wa Jadda,_ dan seterusnya. 

Ia memulai riset dan mencari data dengan mengumpulkan memori semua kejadian 15 tahun silam. Diawali dengan kembali ke kampung halaman dan  mendatangi orang-orang. Yang membuat kagum semua peserta adalah buku-buku selama dia mondok termasuk buku harian bahkan surat-surat yang ia kirimkan ke ibu masih disimpan di rumah.

Antusias para peserta yang 200 lebih ini sangat tampak jelas sejak pembicara mulai berbicara, kolom chat langsung dipenuhi dengan pertanyaan yang tidak putus-putus. Sampai acara dihentikan, banyak pertanyaan yang belum terjawab.

“Saya mengakui tidak berbakat dan tidak pandai menulis, tetapi saya mau belajar dan berlatih menulis,” demikian pesan penutup Ahmad Fuadi.

Purwokerto, 9 Mei 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar