Marching band di TK tempat Rani sekolah adalah ekskul unggulan. Latihan demi latihan Rani ikuti untuk mempersiapkan pertunjukan terdekat. Lomba tahunan marching band menjadi ajang bergengsi mempertahankan prestasi TK.
Dengan kostum yang selalu baru pada setiap tahun, jelas perlu pemikian yang sangat matang. Untuk itu, kerja sama sekolah dengan komite menjadi salah satu solusinya.
Ika mendapatkan tugas memegang belira. Dia sudah
menghafal not beberapa lagu. Dengan kostum kombinasi krem, merah, dan biru menyala,
dia tampak menarik dan menggemaskan.
“Ayo anak-anak, dirapikan kerudungnya,” kata ustazah Nisa.
“Ya, Ustazah,” jawab anak-anak.
“Ayo gentian, mengantre untuk make up. Biar tampak
segar, tidak pucat.”
“Aku… aku…,” anak-anak berebut berdiri di depan.
Dari kejauhan, Mama Sita, mamanya Rani mengamati gerak
gerik anakny. Oya, berhubung Lomba Marching Band antar-TK dilaksanakan hari
Minggu, Mama Sita bisa menemani Rani berkegiatan. Ini sangat jarang. Hari ini,
Rani tampak lebih semangat.
Rani berdiri di urutan keempat. Menunggu tiga anak lagi,
masuk glirannya dimake up. Namun, tiba-tiba temannya yang hitam manis
menyerobot di urutam dua. Dia tampak gesit, banyak gerak dan banyak suara.
“Kok kamu tidak antre. Sana antre di belakang!” kata
anak yang di urutan tiga.
“Iya,” kata Rani lirih. Dia melirik ke arah mamanya.
Mungkin dia bermaksud mengadukan.
“Tidak apa-apa,” ucap mamanya sambil senyum. Meski tidak
terdengar jelas, tampaknya Rani paham. Tidak perlu memprotes atas sikap
temannya tadi.
Memakai kostum sudah, make up sudah, dilanjutkan mengenakan
sepatu but. Sepatu putih mengilat menambah kegagahan tim Marching Band yang
siap beradu ini. Tidak lupa topi
berbentu tabung yang lengkap dengan bulu lebat menjuntai ke atas. Pin sekolah
warna perak menyala di bawah bulu menambah lengkap identitas mereka.
Saatnya berfoto bersama. Mulai dari tim simbal, tim poliguard,
dan yang lain. Giliran Rani, masuk di tim pianika.
“Aku depan aku depan,” kata temannya.
“Aku tengah aku tengah,” kata yang lain tidak mau kalah.
Rani tampak ingin bertahan di posisinya, tetapi dia urungkan.
Lomba pun selesai. Semua anak pulang tampak riang di
balik peluh keringat selepas berjuang. Mereka membawa cerita masing-masing.
“Ma, tadi teman Rani menyerobot waktu Rani mau di-make
up. Rani tidak suka.”
“Mengapa kamu tidak melarangnya?”
“Anak itu sukanya nyerobot, Ma. Kalau dia nyerobot, yang
lain ingin marah. Tapi anak itu langsung melawan.”
“Kamu suka nyerobot juga?”
“Tidak, ya. Biar yang lain nyerobot. Rani tidak mau.”
“Mengapa?”
“Tidak mau seperti Luli, dibenci sama teman-teman.”
“Mama suka melihat tadi Rani tidak marah ketika anrean
diserobot. Tapi bagusnya Si Luli diingatkan.”
“Sering, Ma. Ustazah juga sudah menasihati Luli.”
Mendengar jawabannya, Mama Sita terdiam sejenak. Rani
tidak begitu reaktif ketika haknya diserobot teman karena mengalah, sabar, atau
takut dibenci teman? Atau gabungan semuanya?
Mamanya bersyukur, senang melihat anaknya sudah bisa
menganalisis sebuah sebab akibat. Sanksi sosial dari teman-teman yang terzolimi
kepada anak yang suka menyerobot adalah kesan negatif. Akibat tidak disukai
teman adalah kondisi yang tidak disukai anak pada umumnya.
Mengajak diskusi atau merefleksi sebuah kejadian yang
dialami anak rupanya bisa menjadi sarana belajar anak. Orang tua bisa
memberikan apresiasi terhadap sikap anak bila sudah benar.
Purwokerto, 1 Maret 2021
sumber foto: google
Betul. Setuju
BalasHapusKetika kita mengajak berdiskusi anak, akan menumbuhkan daya analisis anak..
Mantabs Bu