Senin, 01 Maret 2021

Bila Antrean Anak Diserobot Temannya (Parenting #5)


 Marching band di TK tempat Rani sekolah adalah ekskul unggulan. Latihan demi latihan Rani ikuti untuk mempersiapkan pertunjukan terdekat. Lomba tahunan marching band menjadi ajang bergengsi mempertahankan prestasi TK.

 

Dengan kostum yang selalu baru pada setiap tahun, jelas perlu pemikian yang sangat matang. Untuk itu, kerja sama sekolah dengan komite menjadi salah satu solusinya.

Ika mendapatkan tugas memegang belira. Dia sudah menghafal not beberapa lagu. Dengan kostum kombinasi krem, merah, dan biru menyala, dia tampak menarik dan menggemaskan.

 

“Ayo anak-anak, dirapikan kerudungnya,” kata ustazah Nisa.

“Ya, Ustazah,” jawab anak-anak.

“Ayo gentian, mengantre untuk make up. Biar tampak segar, tidak pucat.”

“Aku… aku…,” anak-anak berebut berdiri di depan.

Dari kejauhan, Mama Sita, mamanya Rani mengamati gerak gerik anakny. Oya, berhubung Lomba Marching Band antar-TK dilaksanakan hari Minggu, Mama Sita bisa menemani Rani berkegiatan. Ini sangat jarang. Hari ini, Rani tampak lebih semangat.

 

Rani berdiri di urutan keempat. Menunggu tiga anak lagi, masuk glirannya dimake up. Namun, tiba-tiba temannya yang hitam manis menyerobot di urutam dua. Dia tampak gesit, banyak gerak dan banyak suara.

 

“Kok kamu tidak antre. Sana antre di belakang!” kata anak yang di urutan tiga.

“Iya,” kata Rani lirih. Dia melirik ke arah mamanya. Mungkin dia bermaksud mengadukan.

“Tidak apa-apa,” ucap mamanya sambil senyum. Meski tidak terdengar jelas, tampaknya Rani paham. Tidak perlu memprotes atas sikap temannya tadi.

 

Memakai kostum sudah, make up sudah, dilanjutkan mengenakan sepatu but. Sepatu putih mengilat menambah kegagahan tim Marching Band yang siap beradu ini.   Tidak lupa topi berbentu tabung yang lengkap dengan bulu lebat menjuntai ke atas. Pin sekolah warna perak menyala di bawah bulu menambah lengkap identitas mereka.

 

Saatnya berfoto bersama. Mulai dari tim simbal, tim poliguard, dan yang lain. Giliran Rani, masuk di tim pianika.

 

“Aku depan aku depan,” kata temannya.

“Aku tengah aku tengah,” kata yang lain tidak mau kalah. Rani tampak ingin bertahan di posisinya, tetapi dia urungkan.

 

Lomba pun selesai. Semua anak pulang tampak riang di balik peluh keringat selepas berjuang. Mereka membawa cerita masing-masing.

 

“Ma, tadi teman Rani menyerobot waktu Rani mau di-make up. Rani tidak suka.”

“Mengapa kamu tidak melarangnya?”

“Anak itu sukanya nyerobot, Ma. Kalau dia nyerobot, yang lain ingin marah. Tapi anak itu langsung melawan.”

“Kamu suka nyerobot juga?”

“Tidak, ya. Biar yang lain nyerobot. Rani tidak mau.”

“Mengapa?”

“Tidak mau seperti Luli, dibenci sama teman-teman.”

“Mama suka melihat tadi Rani tidak marah ketika anrean diserobot. Tapi bagusnya Si Luli diingatkan.”

“Sering, Ma. Ustazah juga sudah menasihati Luli.”

 

Mendengar jawabannya, Mama Sita terdiam sejenak. Rani tidak begitu reaktif ketika haknya diserobot teman karena mengalah, sabar, atau takut dibenci teman? Atau gabungan semuanya?

 

Mamanya bersyukur, senang melihat anaknya sudah bisa menganalisis sebuah sebab akibat. Sanksi sosial dari teman-teman yang terzolimi kepada anak yang suka menyerobot adalah kesan negatif. Akibat tidak disukai teman adalah kondisi yang tidak disukai anak pada umumnya.

 

Mengajak diskusi atau merefleksi sebuah kejadian yang dialami anak rupanya bisa menjadi sarana belajar anak. Orang tua bisa memberikan apresiasi terhadap sikap anak bila sudah benar.        

 

Purwokerto, 1 Maret 2021


sumber foto: google

1 komentar:

  1. Betul. Setuju
    Ketika kita mengajak berdiskusi anak, akan menumbuhkan daya analisis anak..
    Mantabs Bu

    BalasHapus