Senin, 10 Januari 2022

Menipisnya Kepekaan Sosial


Kepekaan sosail masyarakat Indonesia semakin menipis seiring maraknya dunia digital. Semakin banyaknya media sosial yang digunakan masyarakat seakan membuat mereka berlomba-lomba untuk menjadi orang pertama dalam mengunggah ide atau berita. Kepekaan sosial itu sendiri diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk bereaksi secara cepat dan tepat terhadap objek atau situasi sosial tertentu yang ada di sekitarnya.

Tidak perlu jauh-jauh menguji kepekaan sosial masyarakat. Benar atau salah? Kita tanyakan kepada hati kecil kita. Bila ada musibah atau kecelakaan, kita spontan akan langsung membantu atau menjadi wartawan amatiran?  Berhubung ponsel selalu di tangan, seringkali tangan kita gatal untuk segera merekam dan memposting peristiwa tersebut. Di satu sisi, ada korban yang sebenarnya memerlukan bantuan  Akhirnya sudah tidak berlaku lagi PPPK (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan), tetapi berubah menjadi Postingan Pertama Pada Kecelakaan.

Kejadian nyata ini bahkan sering kita saksikan di layar tv. Ketika ada berita kecelakaan, tampak banyak orang yang memfoto dan memvideo, sementara itu ada korban yang mengerang kesakitan hanya dibiarkan.

Psikolog UGM, Koentjoro, (dalam sebuah berita) sangat melarang penyebaran foto korban kecelakaan. Apalagi jika foto dan video yang disebarkan memiliki grafis yang membuat trauma, misalnya berdarah-darah, luka yang parah, atau hal lainnya. 

Adapun dari pihak kepolisian, Polisi Bandung sudah mengawali mengeluarkan larangan kepada jajarannya agar tidak menyebarluaskan foto mayat korban tindak pidana, korban laka lantas, atau yang lainnya yang ditemukan di TKP. 

Ada satu video yang pernah saya tonton dan tidak bisa hilang dalam ingatan. Adanya tawuran antarpelajar di jalan raya. Di pinggir jalan banyak orang yang hanya menonton dan merekam, bahkan ad ayang bersama anak-anaknya. Tawuran itu seperti adegan karnaval saja, film, atau sebuah tontonan menarik untuk mendapatkan tepuk tangan.

Dalam tawuran itu, ada korban yang punggungnya dibacok dengan celurit sampai roboh. Darah pun bercucuran dan entah bagaimana nasibnya kemudian.  Tawuran memang dalam situasi emosi memuncak. Namun, bila banyaknya penonton itu bersamaan melerai, sepertinya bukan hal yang mustahil bisa menggagalkan pembacokan korban.*

Purwokerto, 11 Januari 2022

11 komentar:

  1. Mereka melakukan seperti itu karena ingin membuat konten. Harapannya bisa viral dan membuat mereka jadi terkenal.

    BalasHapus
  2. Apalagi jika sudah masuk di WA, akan diteruskan berkali-kali. Baik, mulai diri kita, STOP membagikan gambar yang seharusnya tidak dibagikan. Kepada media mainstream, agar kiranya memblur bagian-bagian yang dapat menimbulkan rasa "ngeri".

    BalasHapus
  3. Perlu diasah terus kepekaan sosialnya..... salam literasi Bu.

    BalasHapus
  4. Yang ada bukan kepekaan tetapi. Lebih cari aman
    .Atau memanfaatkan kesempatan

    BalasHapus
  5. Perlu disampaikan terus pada anak didik kita untuk selalu menggunakan media sosial dengan santun agar nilai sosial tetap terjaga.

    BalasHapus