Senin, 03 Januari 2022

Sepeda Baru dan 3 Ekor Kerbau

“Assalamualaikum, Ma.”  Riza pulang dari TPA, Taman Pendidikan Al Qur’an. Anak kelas 4 SD ini sepekan 3 kali mengikuti TPA di masjid dekat rumahnya. Ia membuka pintu dan matanya terbelalak.

“Ma, ini sepeda untuk Riza?” Wajah Riza ceria. Tangannya mengusap dan mengelus-elus sepeda hitam di depannya.

“Ini sepeda Riza, Ma? Pa?”  Riza masih tidak percaya. Sudah lama sepedanya rusak. Selama ini ia hanya memandangi teman-temannya yang main sepeda. 

“Iya dong, Sayang!” Papa riza muncul dari balik pintu. “Tapi, ada syaratnya. Makin rajin dan semangat. Bagaimana?”

“Pasti, Pa. Aku akan semangat main sepeda.”
“Eits, bukan hanya naik sepedanya.”
“Hehe…, iya, Pa. Aku akan rajin mengaji dan rajin belajar.” Papa tersenyum karena hafal.

 Anak laki-lakinya ini suka bercanda.  Riza dan papa tos tangan tanda bersepakat. Berhubung sudah menjelang magrib, Riza hanya boleh mencoba sepeda barunya sebentar di jalan depan rumah. Sebenarnya Riza sudah tidak sabar. Ia ingin berpetualang dengan sepeda barunya. Tentu sangat seru dan menyenangkan. 

Setiap pulang sekolah, Riza langsung menyambar sepedanya. Ia hanya meletakkan tas dan berganti pakaian. Oleh karena itu, mama selalu berjaga di depan pintu.  Riza tidak boleh kabur sebelum makan siang.

Biasanya ia melewati jalan-jalan di perumahan. Belum puas di situ kemudian ia melewati jalanan pinggir lapangan. Kaki-kakinya lincah mengayuh pedal. Ia tidak peduli dengan kulit badannya yang kian gelap. Rambutnya pun memerah. Bersama Danu, Lilo, dan Wawan mereka berkejaran, bercanda, tertawa, dan saling bersautan membunyikan bel sepeda.

Kali ini, Riza bersama Danu. Mereka bahkan mulai berani di jalanan pinggir sawah. Semakin jauh dari rumah. Mereka melewati jalanan yang setengan berkerikil. Sesekali ban sepedanya terpeleset batu-batu kecil yang bercampur pasir. Samping kanan jalan ada selokan yang lumayan lebar untuk pengairan sawah. Sedangkan samping kiri ada hamparan sawah basah. Sebagian masih digarap para petani bersama kerbau-kerbaunya.

“Awas Riza!” teriak Danu. “Ada kerbau lari ke arah kita!” sambungnya.
“Wah, sudah dekat. Mereka seperti mengejar kita,” balas Riza.
“Bagaimana ini, kerbaunya ada 3 dan gemuk-gemuk?” teriak Danu yang tampak makin panik. Mereka mengayuh sepeda lebih cepat. Naas, Riza terpeleset dan terjatuh. Untung masih di atas jalan.
“Aduh…!” Kaki kanan tertindih sepeda. Lutut dan telapak tangannya berdarah. Sedangkan Danu spontan berhenti dan menolong Riza. 
Rupanya kerbau-kerbau itu mau dimandikan. Kerbau-kerbau itu langsung masuk ke selokan dan tidak menubruk Riza. Tidak lama kemudian Riza dan Danu pulang.

Sementara itu, Mama Riza sedang mengangkati jemuran.
“Riza…,” panggil Mama Riza. Waktunya persiapan mengaji. Namun, siang itu Riza belum tampak.
“Riza….” Sekali lagi mama memanggil. “Biasanya azan asar, dia sudah selesai mandi terus lari ke masjid,” keluh mamanya. Mama menunggu Riza sampai hampir 60 menit.
“Assalamualaikum, Riza pulang. Ma…, Ma….” Riza memanggil-manggil mamanya. 
“Riza sudah pulang?” Mama keluar dari dapur. “Dari mengaji atau dari mana Riza?” sindir mama.

“Hehe…, iya Ma. Maaf. Riza kalau main sepeda lupa pamit. Terlambat pulang juga.”
“Bukan cuma itu, Riza. Satu lagi apa coba?”
“Hehe…, iya Ma. Maaf. Hari ini Riza tidak berangkat mengaji. Main sepeda kebablasan.”
“Riza, kamu jatuh?” kata mama sambil melirik kaki dan tangan Riza.

“Iya, Ma.” Meski kesakitan, Riza nerocos menceritakan keseruan bersepeda siang itu. Sedangkan Mama Riza, meski kesal Mama Riza dengan sabar membersihkan luka di kaki dan tangan Riza.  

“Ma, Riza jatuh di jalan dekat sawah. Ada kerbau lari.”
“Apa, di jalan dekat sawah? Dikejar kerbau? Jauh sekali kamu sampai sana.” 
“Kerbaunya cuma lewat, Ma,” jawab Riza dengan memeluk mamanya tanda minta maaf. *

5 komentar: